Di tengah derasnya arus digital, kita kerap bertanya-tanya, apakah Pancasila yang lahir dalam perjuangan kemerdekaan, masih relevan di era teknologi modern? Ataukah ia hanya sekadar peninggalan kuno yang sulit disesuaikan dalam kenyataan digital saat ini? Di balik kebingungan ini, Pancasila sesungguhnya bukanlah dokumen yang kaku atau terbelenggu oleh zaman. Nilai-nilainya yang abadi—keadilan, kemanusiaan, dan persatuan—sangat relevan dalam menghadapi tantangan besar di era digital

Warisan Sejarah, Kompas Masa Kini

Pancasila dirumuskan dalam situasi yang penuh tantangan—penjajahan, perpecahan, dan kemiskinan. Namun, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya melampaui batas waktu. Sebagai pedoman, Pancasila tertanam kuat pada semangat persatuan, keberagaman, dan keadilan sosial. Meskipun lahir dalam konteks perjuangan fisik, intisari dari nilai-nilai Pancasila tetap hidup dan dapat diterapkan di dunia yang kini

Di era digital saat ini, teknologi telah merombak cara kita berinteraksi, bekerja, bahkan berpikir. Media sosial memudahkan penyebaran informasi, namun juga menjadi medan subur bagi hoaks, kebencian, dan radikalisme. Polarisasi masyarakat semakin menguat, merusak rasa persatuan yang dulu begitu terjaga. Ancaman terhadap nilai-nilai Pancasila tidak lagi datang dalam bentuk penjajah fisik, melainkan dalam bentuk disinformasi

Survei literasi digital generasi muda Indonesia menunjukkan fakta yang menarik. Banyak dari mereka yang masih rentan terhadap informasi palsu dan propaganda di media sosial. Penggunaan platform digital oleh kelompok radikal untuk merekrut anggota baru, terutama anak muda, menjadi ancaman nyata bagi persatuan bangsa. Selama pandemi, peningkatan jumlah hoaks dan kebencian menjadi bukti nyata betapa nilai-nilai Pancasila diuji

Jika di masa lalu tantangan bangsa Indonesia datang dalam bentuk perpecahan akibat penjajahan, kini tantangannya lebih halus namun tidak kalah berbahaya. Polarisasi politik, ekstremisme, dan hoaks yang tersebar melalui media sosial menjadi ancaman bagi keutuhan bangsa. Ini adalah tantangan baru bagi Pancasila yang relevansinya diuji di dunia maya—ruang tanpa batas tetapi penuh jebakan.

Pancasila di Era Digital: Kesaktian yang Tetap Hidup

Teknologi berubah dengan cepat, dan tantangan yang dihadapi bangsa ini sebenarnya serupa dengan masa lalu—disintegrasi, ketidakadilan, dan perpecahan. Hanya saja, bentuk ancamannya lebih canggih dan tersembunyi di balik layar ponsel dan komputer

Namun, Pancasila tetap menjadi tameng yang bisa membantu kita menghadapi arus negatif ini. Nilai-nilai seperti persatuan, keadilan sosial, dan kemanusiaan yang terkandung dalam Pancasila adalah kompas moral yang menuntun kita di tengah hiruk-pikuk era digital. Ketika banyak orang terjebak dalam pusaran polarisasi politik atau propaganda radikal, Pancasila mengingatkan kita akan pentingnya menjaga persatuan dalam keberagaman.

Tantangan terbesar adalah bagaimana generasi muda memahami relevansi Pancasila di era digital. Tanpa pemahaman yang mendalam, mereka dengan mudah terombang-ambing dalam arus informasi yang berputar. Maka, Pancasila perlu didekatkan dengan kehidupan sehari-hari—bukan hanya sebagai materi pelajaran formal, tetapi sebagai panduan praktis dalam bertindak dan berpikir, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Pendidikan karakter yang menanamkan nilai-nilai Pancasila harus diperkuat sejak dini, khususnya dalam konteks interaksi digital. Ini bukan hanya tentang memahami isi Pancasila secara teoritis, tetapi bagaimana menerapkannya dalam berinteraksi di media sosial dan platform online lainnya. Generasi muda perlu dibekali dengan keterampilan literasi digital yang kritis, sehingga mampu memilah informasi, memahami konteks, dan menghindari jebakan hoaks atau propaganda yang dapat merusak nilai kebangsaan

Literasi digital berbasis Pancasila harus menekankan pentingnya verifikasi informasi dan etika berinternet, dengan tujuan membentuk generasi yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga mampu mempertahankan persatuan dan kemanusiaan di tengah arus digital yang deras. Kampanye ini bisa menjadi gerakan nasional yang menyasar sekolah-sekolah dan komunitas digital, melibatkan kaum muda sebagai agen perubahan yang aktif menyebarkan konten positif yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila.

Melawan Hoaks dan Polarisasi

Teknologi bukan hanya alat penyebar kebencian; ia juga bisa digunakan untuk menyebarkan kebaikan. Generasi muda Indonesia memiliki peran kunci sebagai agen perubahan yang memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan keadilan sosial, persatuan, dan kemanusiaan—nilai-nilai inti Pancasila. Komunitas online yang mendukung inklusivitas dan kebersamaan harus didorong dan dilindungi sebagai bagian dari upaya menjaga kesaktian Pancasila di era digital.

Maka, pada Hari Kesaktian Pancasila ini, kita diingatkan bahwa Pancasila bukan sekedar teks sejarah yang usang. Ia adalah pedoman yang tetap hidup, yang akan selalu relevan selama kita menggali dan menerapkannya dalam setiap aspek kehidupan, baik di dunia nyata maupun digital. Tantangan mungkin berubah, tetapi semangat Pancasila akan terus menjadi penjaga keutuhan bangsa

Penulis: Syndyta Carolina Valentine
Editor: Andhini Rahmah