Category: Ragam

Sang Bijaksana

Sang Bijaksana   Aku datang sebagai manusia kosong Kata Ibu: Aku adalah kecil yang harus disempurnakan Diriku penuh akan kosong, katanya Aku lahir hanya dengan menyuarakan tangis, bukan dengan suara hapalan perkalian Kemudian tatkala pagi menjunjung mentari Aku diantar Ibu pada seorang bijaksana Dengannya Aku dibasuh ensiklopedia Direndam pada hitungan matematika Diuji pada soal memabukkan Sampai diriku tumbuh dewasa Sampai dengan kosong yang penuh akan wawasan Kata Ibu: Kamu harus berterima kasih pada sang bijaksana   Penulis : Fatiha Azzahra Editor : Ocvita...

Read More

RUANG KOSONG YANG TAK PERNAH SEPI

Ruangan itu masih sama. Lengkap dengan segala perabotnya. Ranjang dengan kayu kenari yang menjadi rangkanya, masih utuh dan kuat meski warnanya kian memudar. Kasur dari kapuknya terselimuti rapi dengan kain biru bermotif sulur. Gulungan selimut terlihat rapi di atas bantal yang tertata di ujung kepala ranjang. Tepat di samping ranjang, di atas meja, Ibu meletakkan segelas air putih dan pisang goreng yang masih mengepul asapnya. Pemandangan ini terlihat setiap hari Sabtu dan Minggu olehku yang sedang duduk di meja makan menikmati sarapan. Sudah 25 tahun berlalu, Ibuku yang usianya sudah memasuki angka 70 itu tak pernah lekang seharipun, bahkan...

Read More

Kebodohanku

Hari itu, aku mengenakan kemeja coklat kotak-kotak dengan celana kulot hitam. Kerudung segi empat yang terus tertiup angin dan sepatu sneakers yang terus mengeluarkan suara ketika berjalan. Waktu itu, cuaca mendung berangin, intinya tidak bersahabat. Kugendong tas ransel kecil bercorak daun bombay. Sambil melahap bakpao khas Pak Sumirto, aku berjalan menuju fakultas yang tidak pernah kurindukan. Ketika selangkah dua langkah memasuki lingkungan fakultas, seseorang dengan kasarnya menepuk pundakku. “Anjink… sakit dodol,” keluhku, kemudian menatap orang itu. “Sendirian aja, bareng dong keatasnya,” ujarnya cengar cengir. Dia Fina, teman SD-ku yang entah kenapa takdir mempertemukan kita berdua di fakultas yang sama....

Read More

Mimpi Seorang Pelamun

Pagi ini angin bertiup begitu kencang. Meski udara dingin melesak menusuk tulang, namun tak menghentikan alarm kekhawatiran para mahasiswa baru dalam menyambut ritual ospek. Beruntung datang lebih awal, Renata meninjau suhu Kota Malang hari itu dari layar ponsel sambil meletukkan tulang. Gadis berambut pendek setengah ikal itu pun bergegas memasuki gerbang universitas sambil berlari kecil. Tangannya ia usap-usap untuk menghalau rasa dingin di tengah suhu 15 derajat. “Renata, belajar yang pintar ya supaya kamu bisa kerja mapan. Minimal jadi manager, lah” pesan sang ibu begitu terngiang di benak Renata. Bagai seekor ikan yang dipaksa terbang, Renata menggerutu dalam angan...

Read More