Siapa yang pernah mengalami pengalaman kurang mengenakkan akibat memesan ojek online di wilayah ojek pangkalan? Saya pernah mengalaminya sekali. Pada saat itu, saya memesan ojek online dengan tujuan alamat indekos dari kawasan depan Terminal Arjosari, Kota Malang. Ketika saya sudah mendapatkan driver di aplikasi, ia meminta saya untuk menunggu di jalan yang lumayan jauh dari terminal tersebut. Ia mengatakan bahwa ojek online tidak diperkenankan untuk mengangkut penumpang dari sekitaran Terminal Arjosari. Benar saja, ketika saya menanyakan nama jalan yang dimaksud oleh driver saya, respon dari orang yang saya tanyai –sepertinya ia salah satu dari ojek pangkalan– kurang mengenakan. Ia menunjukan raut wajah yang masam sambil tidak menggubris pertanyaan saya. Saat itu saya bingung, mengapa sampai sebegitunya? Rasa penasaran itulah yang menuntun saya untuk datang sekali lagi ke Terminal Arjosari.
Ketika itu saya datang ke terminal tanpa niat bepergian dengan bus. Langkah saya langsung tertuju pada sebuah penitipan motor di seberang pintu terminal yang di depannya bertuliskan “Ojek Pangkalan”. Jujur saja, karena pengalaman yang kurang mengenakkan sebelumnya saya jadi sedikit takut pada ojek pangkalan, tetapi rupanya rasa penasaran memaksa diri saya untuk lebih mendekat pada pangkalan ojek tersebut.
Di sana saya bertemu Takim, salah seorang penarik ojek yang sudah mangkal di Terminal Arjosari sejak tujuh tahun yang lalu. Sepertinya ia sedang duduk-duduk santai di atas motor sembari menunggu penumpang. Saat saya datang ia lantas menanyai saya tentang tujuan saya, ia kira saya penumpang. Namun saya lekas mengatakan bahwa saya tidak hendak kemana-mana dan hanya ingin mengobrol dengannya. Beruntung, pada waktu itu bukan merupakan jam sibuknya.
Tak lama setelah saya memulai obrolan, Takim menceritakan banyak hal mengenai pengalamannya sebagai tukang ojek pangkalan di Terminal Arjosari. Ia mengatakan bahwa sebetulnya seluruh ojek pangkalan di Terminal Arjosari itu bukan sembarang ojek atau ojek liar. Mereka memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) ojek yang dikelola oleh Babinmas setempat. KTA tersebut juga rutin diperbaharui setiap lima tahun sekali.
Ia juga menyinggung tentang gesekan yang kerap terjadi antara ojek pangkalan dengan ojek online. Menurut keterangannya, ojek pangkalan sudah ada di kawasan tersebut jauh sebelum ojek online masuk ke Kota Malang, begitu pula dengan izinnya. Dan ia menyadari bahwa dengan munculnya ojek online menjadi saingan bagi ojek pangkalan terlebih dalam aplikasi transportasi online kerap memberikan potongan harga dan promo-promo lain yang tentu lebih menarik bagi penumpang. Oleh karena itu di awal kemunculan ojek online, sering terjadi pertikaian ketika ojek online mengambil penumpang dari kawasan Terminal Arjosari. “Dulu gitu itu ribut, Mbak. Sering itu konflik sampai dikit-dikit di bawa ke Polsek sana,” tuturnya.
“Makanya setelah gitu dibuat kumpul itu ojek pangkalan dan online, gak boleh lagi driver (baca: pengendara ojek online) ngambil selain di titik pick up-nya. Kalau nge-drop itu boleh,” sambungnya.
Di tengah-tengah perbincangan kami, bus dari Surabaya tiba dan berhenti tepat di tempat penitipan motor –tempat saya dan Takim berdiri. Takim lantas memohon izin sejenak pada saya untuk mengecek apakah ada penumpang yang ingin memakai jasa ojeknya atau tidak. Saya melihat bagaimana ia menawarkan ojek pada orang-orang yang baru turun dari bus tadi. Bahasa dan intonasi yang ia gunakan sopan dan tanpa ada paksaan. Namun entah mengapa, orang-orang yang ia tanyai lantas mengabaikan Takim begitu saja tanpa mengatakan maaf bahkan menoleh pun tidak.
“Ya, seperti itu, Mbak. Kadang ya digubris, kadang ya orang nengok saja gak mau,” ucapnya sesaat setelah kembali ke tempat semula ketika berbincang dengan saya. “Orang ‘kan ya beda-beda, ngadepin orang banyak kan susah. Kita tawarkan gitu mungkin dikiranya maksa,” lanjutnya sambil terkekeh.
Setelah itu, obrolan kami mengarah pada tipe-tipe penumpang. Ia bercerita bahwa penumpang saat ini cenderung memilih ojek online ketimbang ojek pangkalan karena mungkin menganggap ojek online lebih aman dibanding ojek pangkalan yang seperti preman.
“Ada aja Mbak yang bilang (ojek online) preman. Dikira galak, dikira apa gara-gara gak bolehin itu, gak bolehin manggil driver ke depan sini.”
Saya curi-curi mengedarkan pandang pada jalanan depan Terminal Arjosari. Memang terlihat banyak ojek pangkalan yang menghampiri penumpang dan mendapat respon sama seperti apa yang didapat oleh Takim sesaat sebelum ini. “Kita bukan mau menghalangi orang cari nafkah gitu, Mbak. Cuma ya ‘kan sama-sama cari uang, mereka ‘kan selain di sini bisa ngambil (penumpang) di tempat lain, kalau kita (baca: ojek pangkalan) ‘kan enggak,” tegasnya. “Kalau mangkal di sini ya sudah di sini aja gitu dapat penumpangnya. Terus kalau semua diambil online, ‘kan kasihan yang mangkal di sini dari pagi.”
Terakhir saya menanyakan kepada Takim tentang keinginan untuk mulai menjadi driver ojek online. Rupanya ia memang sempat memiliki niat mendaftar ke salah satu aplikasi transportasi online tetapi dirinya masih ragu terutama pada dirinya sendiri. “Pernah kepikiran, Mbak. Tapi ya gimana, pakai hape itu gak pandai saya. Takut itu ‘kan konsentrasi di jalan jadi terbagi sama aplikasi,” jelasnya. Ia juga kemudian mengatakan bahwa bagi orang yang memiliki pekerjaan lain seperti dirinya, menjadi driver ojek online akan sedikit rumit. Menurut penuturannya, ketika menjadi driver ojek online harus memiliki minimal order dalam seharinya. Takim takut tidak dapat memenuhi target tersebut ketika ia diharuskan untuk melakukan pekerjaan lain selain ojek. “Gak banyak paham, Mbak. Ribet. Kalau semua ojek online juga ini siapa yang lestarikan ya di pangkalan,” ucapnya sambil terkekeh.
Sebagai topik terakhir dalam obrolan kami, Takim menceritakan pengalamannya sebagai ojek pangkalan. Ia menyebutkan bahwa dulu ia sering dimintai tolong hal-hal yang beragam, mulai dari yang normal hingga yang nyeleneh.
“Pernah itu ibu-ibu mintai saya tolong carikan saudaranya. Disebut aja namanya, gak ada alamat gak ada apa. Harus ketemu itu kalau mau dapat bayaran,” ungkap Takim seraya tertawa. “Ada juga yang minta diantar ke kalau istilahnya itu orang pinter. Di suruh tunggu itu kita di depan rumahnya dukun,” sambungnya yang kemudian diiringi tawa kami.
“Pokok itu dari saya, Mbak. Mau pakai ojek pangkalan boleh, online juga ya boleh. Tapi maunya ya saling menghargai aja sesama kerja cari nafkah,” pungkasnya.
Penulis: Nasywadhiya
Editor: Ivas Salsabilla