Menjelang sore pada 10 November lalu, saya dan rekan berkesempatan menemui salah satu seniman musik Pak-pak yang cukup masyhur di daerah saya. Aslim Pudan Padang namanya. Rumahnya berada tak jauh dari kediaman saya, yaitu di lingkungan Pasar Lama, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi.
Saat pertama kali memasuki rumahnya, kami langsung diperlihatkan beberapa alat-alat musik tradisional Pak-pak yang tertata rapi. Ia kemudian mengenalkan satu per satu dari alat musik tersebut, bahkan mengajari kami memainkannya. Tak hanya itu, pajangan beberapa lukisan di kediamannya kian memperlihatkan betapa dalamnya jiwa seni Ia.
Meski usianya sudah lebih dari setengah abad, Ia masih aktif bermain musik tradisional Pak-pak bersama rekan-rekan seniman lainnya. Baru-baru ini, Ia bersama komunitasnya dipercaya sebagai pengisi musik Pak-pak dalam acara Geopark Kaldera Toba pada 23 November lalu.
30 tahun berkarya
Perjalanan hidupnya selama sekitar 30 tahun di dunia seni adalah buktinya. Diawali masa kanak-kanak , Ia sudah gemar menyanyikan lagu-lagu tradisional Pak-pak dengan iringan gitar bersama teman temannya. Menginjak remaja, , Ia aktif mengikuti pesta Njuah-njuah yakni pesta budaya tahunan terbesar yang menampilkan berbagai macam kebudayaan yang ada di Kabupaten Dairi. Ia kerap berpartisipasi baik sebagai penari maupun pemain musik .
Menginjak remaja, Ia mulai menggeluti dunia musik. Awalnya, Aslim menjadi pemain keyboard dalam salah satu band sekaligus sebagai pemain musik tradisional Pak-pak juga. Namun pada 2015, aktivitasnya bermain keyboard terhenti. Ia memilih berfokus sebagai pemain musik tradisional Pak-pak saja dari tahun tersebut hingga sekarang .
Selain pemain musik, Aslim juga menggeluti usaha pembuatan genderang ( alat-alat musik tradisional Pak-pak) . Ia mengaku telah memproduksi genderang sendiri kemudian diperjualbelikan ke kabupaten lainnya yakni Kabupaten Pak-pak Bharat. Namun, sejauh ini, usahanya masih terbilang lambat karena jumlah pesanan sangat sedikit. Menurutnya, hal ini tak lepas dari kehadiran alat musik modern yang menyebabkan alat musik tradisional kian kurang diminati.
Memberikan Pelatihan Gratis Pada Anak-Anak
Di sela-sela kegiatan lainnya yang menyita waktu, Aslim tetap menyempatkan diri untuk memberikan pelatihan kepada anak-anak sekitar rumahnya secara gratis. Pelatihan ini diadakan dua kali dalam seminggu yakni setiap kamis dan minggu malam. Baginya, ini adalah salah satu upaya untuk menjaga eksistensi musik Pak-pak pada generasi selanjutnya. “ Demi melestarikan musik Pak-pak ini, saya sebenarnya terbuka untuk melatih siapa saja terkhusus anak-anak. Saya senang melihat antusias mereka saat belajar memainkan alat-alat ini. Ini juga upaya yang bisa saya lakukan untuk menjaga musik Pak-pak agar tidak punah“ ujarnya.
Upaya pelestarian ini tak luput dari tantangan, khususnya dari segi sumber daya manusia. Aslim adalah satu-satunya seniman di Kabupaten Dairi yang memberikan pelatihan gratis kepada anak-anak. Pasalnya, sangat sedikit seniman yang memiliki peralatan musik yang cukup lengkap untuk memberikan pelatihan pada masyarakat. “Kesulitannya adalah keterbatasan alat. Di Kabupaten Dairi ini kan hanya dua saja seniman saja yang memiliki alat-alat seperti ini. Padahal upaya pelestarian ini akan semakin kuat apabila melibatkan banyak orang dan meluas hingga ke pelosok desa” ujarnya.
Meskipun demikian, Aslim tetap gigih melestarikan budaya Pak-pak ini melalui komunitas. Saat ini, Ia dan keluarganya telah mendirikan salah satu komunitas Pak-pak bernama Sanggar Alpha. Adapun tujuan pembentukan Sanggar Alpha ini yakni guna memperkuat tali persaudaraan masyarakat Pak-pak dan menjaga eksistensi budaya Pak-pak di zaman modern ini.
Tetap Bertahan
Dalam perjalanannya di dunia seni, Aslim mengakui bahwa pekerjaan sebagai seniman musik belum bisa menjamin penuh kehidupannya. Alhasil, Ia pun harus bekerja sebagai kontraktor dan petani demi memenuhi kebutuhan keluarganya. “Kalau kita menggantungkan kehidupan kita dari musik ini belum bisa. Jadi, murni hati yang bicara, karena saya tidak ingin musik Pak-pak ini lenyap” ungkapnya.
Selama pandemi, Aslim dan rekan pekerja seni musik tradisional lainnya terpaksa menganggur. Ia mengaku semenjak adanya kebijakan pembatasan yang ditetapkan Pemerintah, mengakibatkan dilarangnya pesta-pesta adat yang biasanya membutuhkan iringan musik Pak-pak. Meski begitu, Aslim tetap bersemangat melestarikan musik Pak-pak ini. “Budaya ini sudah mandarah daging bagi saya. Saya tetap optimis bisa menjaga kearifan lokal dan meningkatkan tali persaudaraan karena kita semua keluarga” ungkapnya.
Harapan Kedepannya
Aslim mengakui, tidaklah gampang untuk melestarikan budaya Pak-pak ini hanya seorang diri maupun komunitasnya. Sejauh ini, Aslim dan komunitasnya masih sedikit sekali menerima bantuan dari pihak lain khususnya pemerintah. Bantuan yang pernah diterimanya tepatnya tiga tahun lalu berupa bantuan dana pelatihan dari pemerintah. Selepas itu, belum ada bantuan dari pemerintah lagi maupun pihak lain. Dengan kata lain, upaya pelestarian yang dilakukannya masih bersifat sukarela dan belum meluas.
Bagi Aslim, upaya pelestarian budaya ini tak lepas dari upaya peningkatan kesejahteraan para seniman juga. Ia berharap kesejahteraan para seniman lebih diperhatikan oleh pemerintah khususnya dari segi ekonomi agar pekerjaan seni juga bisa menjamin kehidupan. Kedepannya, Ia mengharapkan para seniman diberikan bantuan baik dari bantuan peralatan maupun dana pelatihan agar bisa melakukan pelatihan hingga ke desa-desa.
“Untuk melestarikan budaya Pak-pak ini khususnya seni musiknya, dibutuhkan keterlibatan banyak pihak khususnya Pemerintah. Kalau saya dan Sanggar saja kurang mampu“ jawab Aslim ketika saya menanyakan harapannya kedepannya.
Penulis : Nadya Rajagukguk
Editor : Rose Diana