Reporter: Nurhidayah Istiqomah dan R. M. Dhimas Dwiagung
Malang, dianns.org – Kementerian Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (Advokesma BEM) 2016 Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) belum bisa mengawal aksi lanjutan penundaan Uang kuliah Tunggal (UKT). Permasalahan tersebut berkaitan dengan surat edaran rektorat No. 0201/UN10/KU/2016 yang dikeluarkan bertepatan dengan masa transisi kementerian BEM dari tahun kepengurusan 2015 ke 2016. Pasalnya, masa transisi ini menyebabkan Kementerian Advokesma tidak bisa melakukan pembelaan lanjutan terkait dicabutnya penundaan UKT. Surat Edaran yang dikeluarkan pada 12 Januari 2016 ini menyebutkan bahwa pembayaran UKT harus dibayar sesuai tagihan tanpa adanya penundaan, keringanan ataupun angsuran. Hal ini dilakukan mengingat piutang FIA yang mencapai 3,5 Miliar.
Siti Muzzawida atau yang akrab disapa Wiwid selaku Menteri Advokesma BEM tahun 2015 memaparkan perihal informasi dari dekanat terkait pembatasan penundaan UKT. Ia mengatakan bahwa sebelum surat edaran rektorat turun, Pembantu Dekan (PD) II, Heru Susilo mengabarkan bahwa piutang FIA kepada mahasiswa mencapai 3,5 Miliar. Landasan ini kemudian menjadi dasar diberlakukannya pembatasan penundaan UKT bagi mahasiswa FIA.
Sementara itu, Irfan Maulana selaku Wakil Menteri Advokesma BEM FIA UB 2015 menduga bahwa SK tersebut keluar karena adanya beberapa fakultas yang memiliki jumlah piutang yang sangat besar kepada mahasiswanya. Irfan menambahkan bahwa piutang 3,5 Miliar Rupiah yang diderita oleh FIA sepenuhnya berasal dari utang mahasiswa kepada fakultas karena penundaan pembayaran UKT pada semester sebelumnya. “Jumlah mahasiswanya sekitar 373 orang. Piutang ini sepenuhnya berasal dari mahasiswa,” ujarnya.Meskipun demikian, Irfan yang juga merupakan mantan Wakil Menteri Advokesma BEM 2015 ini mengaku tidak sependapat dengan Pembantu Dekan II, Heru Susilo terkait pembatasan penundaan UKT. Pasalnya, ia menilai keputusan tersebut kurang memperhatikan kepentingan mahasiswa, terutama bagi mereka yang belum pernah mengajukan penundaan UKT. “Kalau mahasiswa yang belum pernah melakukan penundaan akan seperti apa ? akhirnya saya bilang, ke PD II terkait piutang mahasiwa yang seharusya dibayarkan, tetapi Bapak tidak memikirkan mahasiwa yang belum mengajukan penundaan. Kuncinya saya bela disana,” papar Irfan.
Sementara itu, peran kementerian Advokesma BEM berdasarkan deskripsi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) adalah melakukan pembelaan dalam sisi advokasi. Bentuk pembelaan Advokesma berkaitan dengan kesejahteraan mahasiswa, hak-hak mahasiswa, dan kebijakan kampus. “Ketika berkaitan dengan kesejahteraan mahasiswa, advokasi dibutuhkan. Semacam adanya pembelaan walaupun bekerja sama dengan Kebijakan Publik,” tutur Irfan.
Terkait belum adanya aksi advokasi dari Kementerian Advokesma ini, Wiwid memaparkan bahwa hal tersebut dikarenakan kepengurusan BEM saat ini masih pada masa transisi. Sehingga, advokasi terhadap mahasiswa yang ingin mengajukan penundaan pembayaran UKT akan ditindaklanjuti oleh kementerian selanjutnya. “Karena ini masih awal, untuk saat ini permasalahannya jangan diperkeruh dulu. Jadi masih belum ada aksi,” jelasnya. Hal senada juga diungkapkan oleh Irfan. “Saya masih belum bisa ngapa-ngapain, karena masih di masa transisi. Masih menunggu surat keputusan (SK) Dekan dan SK MPM,” terangnya.
Advokasi BEM dan DPM Terkait Permasalahan UKT
Menurut keterangan Wiwid, Kementerian Advokesma BEM FIA berusaha untuk terus mendistribusikan informasi terkait permasalahan UKT secara merata kepada mahasiswa. Terkait transparansi anggaran, Wiwid mengaku sempat meminta data dari dekanat. Namun data tersebut tidak diinformasikan kepada mahasiswa karena hanya berupa prosentase pembagian dana saja. “Dulu kita pernah meminta transparansi, tetapi kita tidak kita share ke temen-temen karena ini bukan data rinci tapi hanya bentuk persentase. Untuk yang sekarang, saat piutang 3,5miliar, masih belum ada wacana untuk meminta data lagi,” terangnya.
Wiwid menambahkan, untuk melihat posisi dan kondisi PD II dalam mencari pertanggungjawaban harus memperhatikan timing yang tepat. “Ada posisinya untuk push mereka, dan ada saatnya harus melihat kondisi mereka. Kita tidak ingin memperkeruh keadaan, makanya kita mencari timing yang tepat untuk mencari pertanggung jawaban, sehingga untuk tahun ini belum ada aksi,” tambah Wiwid.
Selain itu, Irfan memaparkan bahwa Advokesma BEM 2016 memiliki program pengawalan terkait permasalahan penundaan UKT. Program pengawalan ini berupa pembentukan tim untuk melakukan aksi. Aksi yang akan dilaksanakan melalui timeline BEM ini, diungkapkan oleh Irfan hanya sekedar mengingatkan mahasiswa dengan kegiatan preventif terlebih dahulu. “Kita mengajak mahasiswa untuk mengingat kewajibannya. BEM sudah membantu, tetapi mahasiswa harus ingat kewajibannya,” tutur mahasiswa minat Administrasi Pemerintahan angakatan 2013 itu.
Aksi yang hanya sekedar mengingatkan mahasiswa ini, dipaparkan oleh Irfan sebagai aksi pada tingkatan paling bawah. Sementara itu, untuk aksi pada tingkat kedua dan ketiga, pihak BEM masih memikirkan kelanjutannya.