Menggerakkan diri guna melindungi bumi dan menyelamatkan generasi mendatang di masa krisis iklim ini sudah menjadi kewajiban kita. ATW Solar menggandeng Saruga Indonesia mengadakan webinar bertajuk Save Our Earth Through Supporting Green Movement and Green Energy (06/02). Dalam diskusinya, pihak ATW Solar dan Saruga Indonesia mengajak audiens untuk membuat suatu gerakan guna menghadapi ancaman krisis iklim.

 

Farah Dhiya Elsan, yang kerap disapa Dhiya sekaligus moderator webinar dari ATW Solar, mengawali diskusi dengan mengenalkan para pemantik diskusi. Pemantik pertama, Ghina Shahirah, seorang Business Development Manager dari Saruga Indonesia.

 

Membuka pembahasannya, Ghina menyebutkan bahwa pada 2019 Indonesia menjadi negara kontributor plastik terbesar nomor dua dunia, setelah China. “Berdasarkan data yang diperoleh tim Saruga, pada tahun 2019 Indonesia merupakan pemroduksi plastik terbesar kedua di dunia, setelah China. Bukan hanya itu, Indonesia juga menjadi salah satu penyumbang karbon dioksida terbesar. Konsumsi dan produksi kedua hal tersebut, apabila berlebihan tentu akan berdampak buruk bagi kesehatan bumi, seperti adanya krisis iklim,” ujarnya.

 

Hadirnya iklan yang dibuat PBB berjudul “Don’t Choose Extinction,” guna memperingatkan dunia akan kepunahan akibat ulah manusia sendiri, menarik perhatian Ghina untuk dijadikan contoh. Apalagi manusia merupakan makhluk berintelek yang tentunya mampu melakukan suatu gerakan untuk mengubah gaya hidup.

 

“Di mana tiba-tiba seekor dinosaurus muncul dalam rapat dan memperingatkan anggota rapat akan kejadian yang dialaminya-kepunahan karena adanya hujan asteroid ribuan tahun lalu. Sedangkan manusia memiliki bencana iklim akibat ulahnya sendiri, namun masih memiliki kesempatan untuk memperbaikinya, dengan berubah ke arah yang lebih baik. Manusia, jangan memilih punah,” tutur Ghina dalam menjelaskan isi iklan tersebut.

 

Gerakan green movement dapat dilakukan melalui hal kecil yang sering kita dengar (reuse, reduce, dan recycle) secara bertahap. “Kita dapat mengawali movement dengan one step at the time, bertahap, bisa diawali dengan tidak menggunakan sedotan plastik dahulu, membawa totebag ketika berbelanja, serta membawa botol untuk minum,” tutur Ghina.

 

ATW Solar sebagai tuan rumah webinar juga menghadirkan perwakilannya, yaitu Kabela Filza yang menjabat sebagai Retail Manager ATW Solar sekaligus pemateri kedua. Kabela mengenalkan sustainable living dengan pemanfaatan energi surya secara optimum, dengan rincian bahasan mengenai kondisi bumi saat ini, solusi pemanfaatan SDA yang melimpah, terutama energi solar, dan gerakan yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan bumi.

 

Bencana alam di Indonesia merupakan impact dari kegiatan buruk yang manusia lakukan, hingga membuat kondisi bumi mengkhawatirkan. Lapisan ozon yang menipis karena banyaknya penggunaan bahan bakar fosil dari batubara dan karbon dioksida yang terus meningkat.

 

“Climate change saat ini makin extreme dan fosil yang akan habis di tahun 2050. Salah satu solusi untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil salah satunya adalah renewable energy dengan penggunaan tenaga surya yang melimpah dan ga akan habis, melalui PLTS,” ujar Kabela mengenai keadan iklim dunia dan renewable energy, utamanya tenaga surya.

 

“Sustainable, matahari akan terus ada hingga kiamat jadi dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Penggunaanya dapat dengan solar panel yang memanfaatkan cahaya matahari untuk diubah menjadi listrik dan mengurangi biaya bulanan, bahkan dapat digunakan di rumah serta kantor,” tandasnya.

 

Adanya penghematan energi dan selalu berkembangnya solar panel hingga saat ini menjadikan pemanfaatan energi surya dapat dilakukan secara optimal. Namun, banyak yang masih berfikir bahwa solar panel itu mahal investasinya, maintenance-nya sulit, dan adanya pergantian baterai berkala tiap tahun.

 

Menyanggah hal tersebut, Kabela menegaskan bahwa sistem solar panel tidak selalu menggunakan baterai, namun dapat digunakan secara gratis dari matahari. Penggunaan solar panel pun sama sekali tidak menggunakan PLN sehingga lebih hemat. Solar panel juga dapat bertahan hingga 25 tahun, bahkan lebih. Hanya saja produksi listriknya akan menurun 25-30%. Solar panel yang sudah tidak produktif dapat direproduksi kembali dengan cara pemilahan dan recycle.

 

Selain itu, Kabela menjelaskan pengaruh cuaca terhadap panel surya yang sangat sedikit. Hal tersebut karena solar panel mendapatkan listrik dari cahaya, bukan panas matahari. Solar panel tetap dapat memproduksi listrik meskipun cuaca buruk, Oleh karena itu, pemasangan solar panel selalu di tempat tinggi dan tidak tertutup apapun. Meskipun musim hujan, panel surya tetap dapat memproduksi listrik, walaupun kurang optimal.

 

“Melalui pemasangan dan penggunaan solar panel, kita bisa menolong bumi. Tidak perlu sekarang, namun yang penting adalah kita sadar akan adanya energi solar yang akan terus tersedia dan dapat kita manfaatkan. Disamping itu, kita tetap bisa melakukan green movement melalui hal-hal kecil untuk mengurangi pencemaran di bumi.” Terang Kabela mengakhiri pemaparan materinya.

 

Penulis: Ilham Laila

Editor: Jodi Alfriano