Setelah dua tahun absen, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) kembali melaksanakan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) secara luring. Terhitung per tanggal 19 sampai 21 Agustus 2022, terdapat beberapa persiapan pelaksanaan PKKMB yang dinilai terburu-buru, mulai dari persiapan panitia PKKMB sampai pada distribusi informasi penugasan artibut PKKMB kepada mahasiswa baru.

Berdasarkan penelusuran Instagram @pkkmb_fiaub, informasi penugasan artibut diberikan pada 17 Agustus 2022, alias tepat sehari sebelum kegiatan PKKMB. Penugasan tersebut disinyalir terlalu mepet sehingga membuat mahasiswa baru kewalahan. Tak hanya itu, ketentuan-ketentuan perlengkapan atribut juga mengalami perubahan secara mendadak alias inkonsisten. Hal ini menjadi sebuah keresahan tersendiri bagi sebagian besar mahasiswa baru.

Raisa, mahasiswi prodi Ilmu Perpajakan serta Deni, mahasiswa prodi ilmu administrasi bisnis FIA UB angkatan 2022 menyampaikan beberapa keluhannya dalam kegiatan PKKMB tahun ini. Kepada kami, mereka mengaku kekurangan waktu dalam mempersiapkan perlengkapan PKKMB. Tak hanya itu, mereka juga mengaku kesulitan dalam mencari lokasi yang menyediakan perlengkapan PKKMB pada H-1 tersebut. “Saya merasa penugasan PKKMB ini begitu membebani. Dikarenakan, waktu persiapan penugasannya bersamaan dengan acara ospek Raja Brawijaya, jadinya saya panik dan terburu-buru,” ujar Raisa (18/08).

Selain permasalahan waktu, Deni mengaku mengalami kendala biaya dalam mempersiapkan perlengkapan PKKMB. Dikarenakan perubahan ketentuan yang mendadak, Ia mengaku telah mengabiskan sejumlah dana yang tak sedikit. “Saya telah mengeluarkan dana kurang lebih sekitar Rp. 200.000-an. Untuk mencetak handbook aja udah sekitar Rp.197.000-an, belum yang lainnya,” keluhnya.

Untuk menggali penyebab kejadian tersebut, awak DIANNS berkesempatan menemui Ahmad Maulana Karomi selaku wakil ketua pelaksana PKKMB FIA UB 2022. Ia menerangkan bahwa hal tersebut terjadi karena kurangnya koordinasi dan komunikasi antara panitia inti PKKMB FIA dan panitia dosen PKKMB. “Kami (baca: seluruh panitia) ini bekerja bukan atas kemauan panitia, melainkan atas keputusan panitia dosen. Sementara, kami punya agenda sendiri, begitupun pihak panitia dosen. Di sini, kerap terjadi miskomunikasi,” ungkapnya (18/08).

Tak hanya itu, Ahmad juga menambahkan bahwa adanya keterlambatan SK menjadi salah faktor penyebab terlambatnya pelaksanaan pekerjaan panitia. “Kami (baca: seluruh panitia) baru bisa bekerja tiga minggu setelah terbitnya SK. Bahkan, rundown pelaksanaan PKKMB itu baru bisa kita fix-sasi sekitar H-1. Hal ini menghambat keoptimalan pekerjaan kami,” terang Ahmad

Dalam hal ini, pihaknya mengaku telah berulangkali mengajukan konfirmasi kepada birokrat, namun tidak mendapat umpan balik tepat waktu. Akibatnya, penyaluran informasi penugasan mengalami keterlambatan. “Kita sudah konfirmasi alias follow up berulang kali. Namun, kita kesulitan mendapat konfirmasi yang cepat dari birokrasinya. Hal ini berefek pada keterlambatan informasi penugasan,” terang Ahmad.

Adapun terkait dana, Ahmad menyatakan bahwa alur birokratisasi FIA yang cukup rumit menjadi penyebab sukarnya pencairan dana. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab kurangnya keoptimalan pelaksanaan kegiatan PKKMB di minggu tersebut. “Mungkin dapat diliat disini ada vendor atau EO itu baru bisa dikerjakan H-1, karena dana dari dekanat itu baru turun H-1” jelas Ahmad.

Melihat itu, Ahmad menitipkan masukan kepada pihak Birokrat kampus. Ia berpesan agar mereka ( baca : birokrat) dapat cepat tanggap dan mempermudah alur perizinan dan koordinasi. “Sampai saat ini, kita masih kesulitan perizinan akses yang cepat dan tepat. Berkaca dari kejadian kemarin, kita meminta izin akses ke sekre di lantai 11 dalam keadaan urgent. Namun, prosedurnya cukup rumit. Jadi, saya memohon bagi birokrat agar mempermudah dan mempercepat alur koordinasinya yang disesuaikan dengan kondisi,” ujarnya.

Ketidaktahuan Adanya Ruang Aspirasi

Lebih lanjut, Awak Dianns menyinggung terkait keterbukaan ruang aspirasi dalam kegiatan PKKMB tahun ini. Menanggapi hal itu, Deni dan Raisa mengaku tidak mengetahui adanya ruang aspirasi yang tersedia untuk menyalurkan keluhan mereka. Alhasil, mereka hanya menyampaikan keluh kesah kepada keluarga atau teman saja. “Kebanyakan cerita tentang keluh kesah hanya ke teman atau keluarga saja, kami belum tahu kalau boleh menyalurkan aspirasinya ke panitia” tutur Deni dan Raisa. Mereka juga menuturkan bahwa sebagian besar maba belum mengetahui adanya ruang aspirasi.

Merespons hal tersebut, Ahmad selaku wakil ketua pelaksana menuturkan bahwa pihaknya (baca : panitia) telah menyediakan mentor sebagai penyalur aspirasi bagi maba. Ia menjelaskan bahwa alur aspirasi maba melalui mentor akan ditindaklanjuti oleh koordinator (CO) dan wakil CO, lalu dibahas dalam rapat evaluasi. “Untuk panitia sendiri, kita menyediakan mentor. Nah, mahasiswa baru bisa bebas untuk berkomunikasi dengan mentor sesuai SOP,” ujar Ahmad.

Penulis : Bagus Widyo Utomo dan Farras Nabilah Kesuma

Editor : Nadya Rajagukguk