Reporter: Syaukani Ichsan
Abddurahman Sofyan: “Polisi dan Gubernur Jawa Timur harus mampu membongkar aktor intelektual di balik kejadian ini”
Malang, dianns.org – Insiden pembunuhan dan penganiayaan dua petani Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur pada (26/9) lalu, menuai kecaman dari kalangan aktivis di Kota Malang. Masa aksi yang tergabung dalam aliansi Sedulur Tunggal Roso, mengutuk keras pemerintah Jawa Timur dan kepolisian untuk mampu membongkar dalang di balik kematian dan penganiayaan dua petani yang menolak aktivitas tambang di pesisir Watu Pecak.
Aksi yang digelar di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang, pukul 10:34 WIB merupakan aksi gabungan solidaritas organisasi dan masyarakat Kota Malang. Aksi demonstrasi ini merupakan respon atas kasus dua petani Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang yang dibunuh dan dianiaya. Sebelumnya, kedua korban tersebut adalah petani yang secara terbuka menolak aktivitas tambang di pesisir Pantai Watu Pecak, Kabupaten Lumajang. Kedua korban tersebut, yakni Salim atau kerap disapa Kanci (52) dan Tosan (51). Salim ditemukan tewas mengenaskan dengan luka hantaman benda keras di kepala. Jasad korban ditemukan terkapar di pinggir jalan dekat balai desa, dalam kondisi tertelungkup dengan tangan terikat ke belakang. Sedangkan, kondisi Tosan (51) memerlukan penanganan secara intensif, akibat luka bacok di kepala sebelah kanan. Kini, kondisi korban tengah dirawat di rumah sakit Saiful Anwar Kota Malang.
“Kami di sini mempunyai perasaan yang sama sebagai aktivis atas tindakan eksploitasi yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan tambang di sekitar wilayah Lumajang”, tegas Sofyan selaku Koordinator Aksi Lapangan (Korlap) aliansi Sedulur Tunggal Roso pada hari senin (28/9). Adapun organisasi-organisasi yang tergabung dalam masa aksi, yakni: Malang Corruption Watch (MCW), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Universitas Islam Negeri Malang, HMI FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), BEM Universitas UMM, BEM Polinema, Intrans Institute, Pewakilan Warga Lumajang, LPM DIANNS, GIPSI, BEM Fakultas ISIP UMM, dan akademisi.
Sofyan juga menambahkan, bahwa kepolisian tidak hanya berhenti untuk mengusut dan menemukan eksekutor pembunuh dan penganiayaan dua petani tersebut. Melainkan menemukan aktor intelektual di balik kasus anarkistis ini. “Pasti ada orang di belakang kasus ini. Tetapi, siapa aktor intelektualnya? Itu yang harus diusut,” tegas Sofyan. Senada dengan itu, Luthfi J. Kurniawan sebagai Dewan Etik, Malang Corruption Watch (MCW) menilai, bahwa tindakan anarkistis ini telah terjadi bertahun-tahun yang didukung oleh kekuatan pemodal dan akses politik yang kuat. “Jelas kasus ini dilakukan berencana dan tentunya oleh orang atau kelompok yang mempunyai akses terhadap politik dan pemodal,” tegas Luthfi ketika menyampaikan orasi di muka publik. Ia juga menambahkan, kasus hari ini adalah fakta atas bentuk kegagalan negara dan pemerintah dalam melindungi serta memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Selanjutnya, ia mengecam “Bila Gubernur Jawa Timur tidak mampu menyelesaikan kasus ini, maka lebih baik ia mengundurkan diri dari jabatannya.”
Selanjutnya, adapun butiran tuntutan dalam aksi yang di gelar hari ini, yaitu: Pertama, mengutuk peristiwa pembunuhan dan penganiayaan yang terjadi terhadap dua orang warga Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, yaitu: Salim alias Kanci dan Tiosan; Kedua, Mendesak pemerintah Kabupaten Lumajang dan pemerintah Provisi Jawa Timur untuk menghentikan seluruh kegiatan penambangan pasir di pesisir Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-Awar;
Ketiga, Mendesak Polres Lumajang, Polda Jawa Timur, dan Mabes Polri untuk segera menindak dan memproses, seluruh pelaku yang terlibat dalam peristiwa penganiayaandan pembunuhan. Polisi jangan berhenti pada pelaku pembunuhan, akan tetapi harus mampu membongkar aktor intelektual, pengusaha, dan penguasa yang terlibat dalam sindikat mafia tambang; Keempat, Mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk segera melakukan investigasi menyeluruh terkait perampasan dan pelanggaran hak warga di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang;
Kelima, Mendukung perjuangan warga Desa Selok Awar-Awar untuk tetap berjuang menolak proyek penambangan pasir yang merusak lingkungan; Keenam, Menuntut pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pemerintah Pusat untuk menertibkan seluruh aktivitas tambang yang ada di Jawa Timur. Jangan sampai operasi pertambangan mengorbankan hak-hak rakyat dan memicu konflik. Jika Gubernur dan Wakil Gubernur tidak sanggup memberikan kepastian keadilan atas sumber daya tambang bagi rakyat, maka sudah selayaknya Polres Lumajang, Polda Jawa Timur, dan Mabes Polri mengundurkan diri.
Massa aksi yang menggelar unjukrasa di depan gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kota Malang, Senin (28/9). Aksi ini merupakan bentuk solidaritas pasca pembunuhan dan penganiayaan dua petani Kabupaten Lumajang, yakni Salim alias Kancil (52) dan Tosan (51). Fotografer: Clara Dilasanti PR.