Sutradara : Robert Lemelson
Penulis : Robert Lemelson
Produser : Robert Lemelson
Genre : Dokumenter
Durasi : 86 Menit
Tahun : 2009
40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy – Genocide merupakan sebuah film dokumenter yang menyajikan kisah tragis yang terjadi di Indonesia pada tahun 1965-1966. Dalam film ini disajikan secara detail mengenai kejadian yang terjadi saat itu, dari segi politik, sosial, dan ekonomi yang menjadi pemicu terjadinya tragedi pembantaian 1965. Film ini diproduksi oleh Robert Lemelson dan diputar pertama kali pada tahun 2009 di Amerika Serikat. Film ini mendapatkan penghargaan sebagai Best Documentary dari Cinema for Peace pada tahun 2010. Penulis skenario, produser, dan sutradara, Robert Lemelson memberikan sudut pandang yang berbeda dalam mengangkat tragedi kejadian tahun 1965 yang terjadi di Indonesia. Dalam film ini, ia lebih fokus pada sudut pandang para korban yang selama ini masih membekas dalam ingatan mereka. Hal inilah yang bisa dijadikan sebagai pembeda dari pembuatan film dokumenter tentang tragedi ini.
Pembantaian Massal
40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy menggali dampak pembunuhan massal yang diperkirakan menelan korban sekitar 500 ribu hingga 1 juta orang. Tragedi ini terjadi saat Jenderal Suharto memulai kampanye pembasmian terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mereka yang dituduh terlibat dalam malam berdarah 1 Oktober 1965 (Gestok).
Kekejaman Rezim
Film ini memotret cerita melalui lensa multi-generasi, memberikan suara kepada empat korban dan keluarga mereka. Mereka berbagi tentang stigmatisasi masyarakat, kekerasan, dan trauma yang masih membayangi mereka 40 tahun setelah insiden itu. Pendekatan ini memberikan dimensi emosional yang mendalam, memungkinkan penonton merasakan dampak tragedi ini melalui kisah nyata para korban.
Pengalaman dan Penderitaan Para Korban
Dalam wawancara mendalam, impresi para korban terhadap stigma komunis terungkap, memberikan nuansa kekerasan dan ketidakadilan yang mereka alami. Film ini berhasil menyajikan pandangan yang melampaui dimensi waktu dan generasi, menggambarkan bagaimana trauma dan stigma melekat pada keluarga korban. Pakar-pakar sejarah banyak menyoroti pentingnya film ini dalam mengingatkan masyarakat Indonesia tentang tragedi kemanusiaan yang disebabkan oleh kekuasaan militer dan rezim orde baru. Film ini tidak hanya mengandalkan teks, tetapi juga menggali ingatan dan impresi individu melalui wawancara mendalam, menciptakan gambaran yang sangat pribadi dan terasa hidup.
Dalam durasi 86 menit, film ini berhasil menjelajahi dampak kekejaman rezim orde baru dan militer pada 1965 terhadap keluarga korban, yang dianggap sebagai simpatisan PKI. Dengan mengambil latar di Jawa dan Bali, dua pulau yang secara intens terlibat dalam tragedi ini, film mengungkapkan penderitaan dan kepahitan hidup yang dialami oleh empat keluarga. Pentingnya film ini juga terletak pada kemampuannya untuk menyajikan sejarah alternatif yang berbeda dari versi resmi pemerintah. Dalam menggambarkan stigma buruk masyarakat terhadap keluarga eks tahanan politik pada masa 1965, film ini menjadi alat yang kuat untuk membuka mata masyarakat terhadap realitas yang tersembunyi selama ini.
Melalui pengalaman pribadi keluarga korban, film ini mencoba menyoroti perlakuan yang tidak adil dan dampak yang merugikan terhadap mereka. Djoko Pekik, seorang perupa yang juga menjadi korban tragedi 1965, menyatakan bahwa peristiwa tersebut memberikan trauma berat bagi para korban. Bagi Pekik, seni, terutama lukisan perlawanan seperti “Berburu Celeng,” menjadi saluran untuk melawan trauma tersebut.
Kisah Budi, salah satu korban yang mengalami stigma sebagai keluarga PKI, memberikan gambaran nyata tentang bagaimana stigma tersebut dapat menghancurkan masa depan seseorang. Putus sekolah dan perlakuan berbeda dari masyarakat adalah dampak langsung dari tuduhan tersebut. Begitu juga dengan Paulus, yang diadili tanpa proses hukum yang adil, mengecam rezim Soeharto sebagai tidak lebih baik ketimbang rezim Hitler.
40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy bukan hanya sekadar film dokumenter. Ini adalah suara yang mengingatkan, mencoba mengorek lebih dalam ke dalam sejarah yang terlupakan, dan menghadirkan perspektif yang mungkin terlupakan atau diabaikan oleh versi resmi. Film ini memberikan peringatan berat tentang konsekuensi kemanusiaan dari penindasan politik dan mengekspos luka yang masih membekas pada keluarga korban hingga saat ini.
Penulis: Fathia Zarin
Editor: Nasywadhiya