“Amankan lahan parkir sebelum kehabisan,” ucap salah seorang teman saat kami hendak berangkat ke kampus. Meskipun hanya sebuah candaan, harus diakui bahwa ucapan tersebut menggambarkan realitas parkiran di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) akhir-akhir ini. Sebenarnya bukan hanya sekarang, sejak lama permasalahan ini selalu saja ada di setiap tahunnya.

Opini ini berdasarkan pada pengalaman pribadi saya dan mungkin saja dirasakan oleh mahasiswa lain. Saya sebenarnya merasa sedikit malu dengan masalah parkiran penuh ini. Bagaimana tidak? Kami, mahasiswa FIA, terkadang harus menggunakan parkiran milik gedung lain karena lahan parkir kami yang tidak mencukupi. Dari pengalaman saya, parkiran yang sering digunakan oleh mahasiswa FIA adalah parkiran Klinik Universitas Brawijaya (UB), paling jauh parkiran Gedung Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), bahkan jika ada yang tidak ingin berjalan terlalu jauh, mereka akan mengambil parkir di Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) dan Fakultas Hukum (FH). Meskipun tahu itu bukanlah hak kami, kondisilah yang membuat kami terpaksa menggunakan lahan parkir yang seharusnya diperuntukkan untuk mereka.

Kurangnya lahan parkir mengganggu mobilitas mahasiswa yang datang ke kampus. Mahasiswa menjadi terlambat masuk kelas karena harus berputar-putar dulu mencari lokasi lahan parkir yang kosong. Belum lagi perlu berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh untuk bisa sampai ke kelas. Bayangkan, berapa banyak waktu yang terbuang karena hal itu? Hitung-hitung untuk olahraga, tapi bagaimana jika dalam kondisi hujan?

Saya jadi teringat kata-kata dari seorang pengusaha dan motivator asal Amerika yang bernama Jim Rohn, “Waktu lebih berharga daripada uang. Anda bisa mendapatkan lebih banyak uang, tetapi Anda tidak bisa mendapatkan lebih banyak waktu.” Bagi sebagian orang, mungkin menganggap waktu adalah uang, sebagiannya lagi menganggap waktu hanyalah sekadar konsep. Entah apapun definisi waktu berdasarkan masing-masing orang, kita tidak bisa menyangkal bahwa waktu merupakan komoditas yang paling berharga. Sangat disayangkan bila komoditas paling berharga ini harus terbuang sia-sia imbas kurangnya lahan parkir.

Jika dipikir-pikir, lahan parkiran FIA sebenarnya sudah cukup luas dibandingkan dengan fakultas lain. Namun, mengapa lahan parkir selalu saja terasa padat di waktu-waktu tertentu, bahkan bisa dibilang cukup sering? Apakah karena lahannya yang masih kurang luas? Atau karena terlalu banyak mahasiswa? Penuhnya lahan parkir memang selalu menjadi perbincangan di kalangan mahasiswa, bukan hanya di FIA tetapi juga di UB secara keseluruhan. Lahan parkir yang yang ada tampaknya tak cukup untuk menampung banyaknya jumlah mahasiswa. Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa baru UB dari tahun 2022 hingga 2023 mengalami kenaikan sebanyak 633 orang, dari yang sebelumnya berjumlah 17.622 menjadi 18.285. Di FIA pertambahan ini berjumlah 253 orang pada tahun yang sama.

Peningkatan jumlah mahasiswa ini memengaruhi kepadatan lahan parkir, meski pengaruhnya tidak begitu signifikan. Sebelumnya dari tahun 2021 ke tahun 2022 mahasiswa UB juga mengalami penurunan sebanyak 633 orang, jumlah yang sama dengan peningkatan mahasiswa baru tahun 2022-2023, begitupun juga di FIA. Parkiran tetap saja penuh meskipun jumlahnya sudah banyak menurun. Lantas, apa penyebab sebenarnya?

Sedari awal, parkiran FIA memang tidak mampu menampung banyaknya jumlah mahasiswa yang dimiliki. Ketidakseimbangan antara volume kendaraan dengan luas lahan yang ada menjadi penyebab utama dari masalah ini. Meskipun banyaknya mahasiswa yang datang ke kampus sudah diatur oleh akademik melalui jadwal mata kuliah yang terpisah, hal itu ternyata tidaklah cukup. Dalam beberapa waktu, parkiran FIA tetaplah penuh dan mau tidak mau kami terpaksa mengambil parkiran tempat lain. Ataukah mungkin parkiran FIA juga sering penuh karena digunakan oleh mahasiswa fakultas lain yang tidak mendapatkan tempat parkir di fakultas mereka sendiri?

Akar dari semua permasalahan ini adalah keterbatasan lahan yang dimiliki oleh UB. Sejak dulu, belum ada upaya perubahan yang serius dalam menangani permasalahan tersebut. Padahal, pihak universitas memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak bagi para mahasiswanya, tapi sampai sekarang pun masih belum ada solusi bagaimana keberlanjutannya. Perlu diingat bahwa tempat parkir juga termasuk hak bagi setiap mahasiswa dan pihak kampus berkewajiban dalam memastikan terpenuhinya hak-hak tersebut.

Setidaknya solusi seperti menyediakan lahan parkir khusus di lokasi yang lebih luas, dekat dengan area kampus, atau penerap sistem parkir bertingkat seperti yang sudah ada di Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) cukup memberikan sedikit kelegaan bagi kami. Memang bukan hal yang mudah, namun solusi-solusi semacam itulah yang kami perlukan untuk sekarang. Sekiranya alternatif penyelesaian apa yang bisa kampus berikan dalam menangani masalah ini.

Kembali lagi dalam lingkup FIA, menurut saya, masih ada cukup ruang untuk dilakukannya pembangunan parkiran bertingkat di FIA, yaitu di parkiran dekat Gedung Krida Mahasiswa. Penambahan satu atau dua tingkat sepertinya mampu untuk menampung sekitar puluhan motor mahasiswa. Perubahan kecil namun sangat berdampak terhadap bertambahnya jumlah volume kendaraan yang bisa dimuat. Meskipun dalam pembangunannya bisa ada kemungkinan merusak tatanan estetika yang telah diatur sejak lama, hal ini perlu dilakukan untuk memberikan tempat parkir yang adil terhadap semua mahasiswa.

Penulis: Bintang Al
Editor: Shafa Aslama