Tiga klub papan atas BPL menyambangi Indonesia tahun ini. Arsenal, Liverpool, dan Chelsea secara berturut-turut menjalani tur pra musimnya di Indonesia sebelum kick off perdana BPL Agustus nanti. Ketiganya hadir di bulan Juli. Momen langka ini bisa dijadikan momentum berharga bagi Timnas Indonesia untuk meramu tim yang tepat sebelum kualifikasi Piala Asia melawan China pada tanggal 15 Oktober. Sementara bagi pendukung ketiga klub di atas, kedatangan tim idola mereka bisa menjadi pemuas dahaga sajian yang sebelumnya hanya bisa dinikmati di layar kaca.
Indonesia Dream Team Melawan Arsenal
Saya tertegun melihat pertandingan Indonesia Dream Team melawan Arsenal beberapa waktu lalu. Dari layar kaca, saya melihat tidak ada ruang kosong di dalam stadion yang tidak disesaki. Setidaknya itu yang saya lihat malam itu. Sayang memang, dalam pertandingan tersebut Indonesia terlalu bermurah hati kepada Theo Walcott cs dengan membiarkan tujuh gol masuk tanpa balas.
Walaupun bertajuk pertandingan persahabatan, hasil malam itu nampaknya membuat Jacksen F Tiago tidak bisa tidur nyenyak. Waktu persiapan yang sedikit ditambah sejumlah pemain kunci yang tidak dapat bermain bisa dijadikan alasan logis untuk menjawab hasil yang mengecewakan itu. Secara kualitas dan kapasitas pemain, Indonesia memang berada jauh di bawah pemain Arsenal. Tapi dengan jumlah gol yang masuk ke gawang Kurnia Meiga seakan menegaskan mengalahkan Arsenal memang masih harus masuk dalam stok mimpi tim impian Indonesia.
Jika tahun depan Arsenal datang kembali ke Indonesia, hal pertama yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah menemukan nama tim yang pas untuk pasukan Garuda. Yang jelas nama Indonesia Dream Team tidak perlu lagi masuk dalam daftar.
Indonesia XI Melawan Liverpool
Semalam saya tidak sebegitu kaget melihat padatnya sektor-sektor di stadion GBK. Seluruh bangku hampir penuh diisi oleh pendukung The Reds. Memang sesuatu yang tidak perlu diherankan. Menurut data resmi klub, jumlah Kopites (sebutan fans Liverpool) di Indonesia menembus tiga juta orang atau yang terbanyak di dunia. Maka, memenuhi 88.000 kursi yang tersedia di GBK tentunya bukan perkara yang sulit.
GBK Bergemuruh mungkin itu salah satu headline yang harus muncul di koran nasional pagi ini. Tidak adil ketika headline yang muncul adalah Indonesia Ditumbangkan Liverpool. Saya melihat sepanjang 90 menit lebih, Indonesia (seharusnya) tidak kalah. Ketahanan fisik, perbedaan postur tubuh, dan level kekuatan tim yang selama ini dikhawatirkan oleh banyak orang ketika Timnas Indonesia harus melawan klub Eropa seakan tidak terlihat. Diperkuat sejumlah pemain muda tidak membuat Indonesia XI keteteran sepanjang laga. Menyenangkannya, beberapa kali pemain-pemain Indonesia mampu merepotkan pertahanan Liverpool.
Secara hitung-hitungan kita memang kalah 2-0, tapi kalau framing media memang mengarah ke Liverpool, maka headline yang saya berikan seharusnya ada yang menggunakan. Bukan tanpa alasan, puluhan ribu Kopites tak henti-hentinya menyanyikan You’ll Never Walk Alone, sebuah lagu kebangsaan bagi Liverpool yang menggema sejak 1965. Siapapun yang mendengarnya akan merinding. Oleh karena itu, Anfield Stadium selalu angker bagi siapapun tim yang bertamu.
BNI Indonesia All-Stars Melawan Chelsea
Tidak ada beda. Itulah gambaran stadion GBK 25 Juli nanti. Dua juta fans Chelsea di Indonesia siap membirukan Senayan. Tidak mungkin memang seluruhnya hadir, tapi saya yakin GBK akan bergemuruh kembali. Melihat skuat yang dibawa Mourinho dalam tur Chelsea di Bangkok, Tiago tentunya tahu skuat apa yang akan diturunkan nanti. Melihat pertandingan Indonesia melawan Liverpool, saya optimis pertandingan nanti tidak mudah dimenangkan oleh Chelsea. Setidaknya di 45 menit pertama kita bisa menahan gempuran Lampard cs.
Hanya sebuah hal yang mubajir jika kesempatan bermain dengan pemain top Eropa tidak dimanfaatkan dengan baik. Bukan hanya belajar mengenai cara bermain sepakbola yang benar di lapangan, tapi Indonesia bisa memanfaatkan momen ini untuk menggali banyak hal. Tentunya kita mafhum bahwa kedatangan mereka bukan hanya untuk menjalani sebuah pertandingan pra musim bernilai milyaran rupiah. Ada banyak agenda yang mereka jalani. Mulai dari coaching clinic, gala dinner, dan temu penggemar.
Dari coaching clinic, Indonesia bisa mendapatkan rasa Eropa di rumah sendiri. Waktu yang singkat memang menjadi kendala sendiri. Namun, di gala dinner, aktor-aktor yang bertanggung jawab dalam pembinaan pemain muda, manajemen tim, dan sebagainya bisa belajar lebih banyak. Setidaknya dari duduk-duduk singkat terbuka relasi yang baik antara kedua belah pihak.
Apakah induk sepakbola Indonesia memikirkan ini? Saya pikir tidak. Setelah saya selesai membaca buku Bola Politik dan Politik Bola karya Prof. Tjipta Lesmana dua bulan yang lalu. Menjadi raja Asia Tenggara saja masih belum terlihat kapan datangnya. Apalagi menjadi raja dunia. Sepertinya, politik bola yang terus bergulir sampai sekarang masih lebih sering menjadi trending topichingga beberapa tahun ke depan. Semua berkepentingan. Boro-boro mikirin pembinaan pemain muda. Menyelesaikan masalah di induk organisasi saja tidak bisa.
Indonesia bisa menjadi Raja Asia Tenggara.
Indonesia bisa menjadi Juara Piala Asia.
Indonesia bisa menjadi Juara Piala Dunia.
Tentunya itu bukan angan-angan di siang bolong. Itu adalah wujud optimisme saya terhadap sepakbola Indonesia. JIka saya tidak bisa melihat Indonesia menjadi juara Piala Dunia, mungkin memang bukan jatah saya. Namun, saya harus memastikan anak cucu saya bisa melihat dengan bangga kalau Timnas sepakbola negaranya menjuarai Piala Dunia. Saya optimis!
Penulis : Pandu Wicaksono