Reporter: Ayulia Amanda dan Melinda Cucut Wulandari
Malang, dianns.org – Isu terkait Universitas Brawijaya (UB) yang akan berganti status dari Badan Layanan Umum (BLU) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) semakin jelas terlihat. Isu ini diperkuat dengan adanya beberapa persiapan yang telah dilakukan oleh UB, seperti dibentuknya Tim Persiapan PTN BH oleh Mohammad Bisri selaku Rektor UB sesuai Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 414 Tahun 2016. SK ini sudah berlaku sejak 1 November 2016. Selain itu, persiapan lainnya juga meliputi usaha peningkatan profit unit-unit usaha yang dapat menunjang ketersediaan dana, transparansi keuangan, pembangunan infrastruktur, serta fasilitas penunjang akademik. Namun, saat ini pihak rektorat masih belum menyatakan secara langsung bahwa UB akan berstatus PTN BH.
Abdul Latief Abadi selaku Ketua Tim Persiapan PTN BH di UB, menyatakan bahwa tujuan utama dibentuk tim ini untuk mempersiapkan UB jika mendapatkan mandat dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk berstatus PTN BH. Setidaknya ada empat syarat yang harus dipersiapkan UB menuju status PTN BH yakni evaluasi diri, kompilasi dokumen, perumusan statuta, dan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang. Saat ini yang dilakukan UB masih pada tahap evaluasi diri. “Kita siapkan evaluasi diri dan rencana peralihan. Peralihan pun belum bisa kita lakukan sehingga yang kita lakukan evaluasi diri,” tutur Latief. Evaluasi diri yang dilakukan oleh Tim Persiapan PTN BH berkaitan dengan potensi data, akademik, sarana prasarana, sumber daya manusia, serta pemetaan unit-unit usaha yang dimiliki oleh UB. Dalam proses evaluasi diri, UB juga telah melakukan studi banding ke beberapa PTN yang berstatus PTN BH, antara lain Universitas Padjajaran, Universitas Indonesia, Universitas Hasanuddin, Institut Pertanian Bogor, dan Institut Teknologi Bandung. Studi banding ini dilakukan untuk melihat kesiapan peralihan universitas tersebut dari status BLU menjadi PTN BH, mengingat tidak mudahnya PTN beralih status. “Persiapannya tidak mudah karena kita beralih status dari otonomi keuangan menjadi otonomi akademik dan non akademik,” ungkap Latief.
Selama ini UB telah berpikir ke arah otonom, bukan karena PTN BH, melainkan karena sebelumnya pernah berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Hal ini diungkapkan oleh Mochamad Sasmito Djati selaku Wakil Rektor IV, “Melihat sejarah UB yang dulu pernah menjadi BHMN dianggap sudah sewajarnya UB menjadi PTN BH.” Seiring hal tersebut, UB telah mengoptimalkan unit-unit usaha yang dimiliki dan melakukan kerja sama dengan mencari Corporate Social Responsibility dari berbagai perusahaan potensial yang dapat menunjang keuangan UB. Dengan kemandirian pengelolaan keuangan, UB tidak mengelak bahwasanya akan terjadi kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Hal tersebut dibenarkan oleh Sihabudin selaku Wakil Rektor II. “Kemungkinan PTN BH akan menaikkan UKT memang ada jika dilihat dari sistemnya. Badan hukum itu mandiri, pertanggungjawaban tetap kepada kementerian,” ujarnya. Sihabudin juga menambahkan bahwa PTN BH mirip dengan Perguruan Tinggi Swasta. Oleh karena itu, tidak bisa dipungkiri jika suatu saat UKT akan naik apabila keuangan UB yang diperoleh dari keuntungan unit-unit usaha tidak mampu menunjang kebutuhan.
Menanggapi hal tersebut, Muhamad Agil Zulfikar, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UB angkatan 2014 tidak setuju apabila UB akan berganti status dari BLU menjadi PTN BH. Ia berpendapat bahwa pendidikan adalah kewajiban negara dan amanah konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dalam pembukaan UUD 1945, jelas bahwa tujuan negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian diturunkan pada Pasal 31 UUD 1945. “Artinya, pemerintah harus memberikan pendidikan yang murah dan berkualitas bagi masyarakat, bahkan gratis,” tutur Agil.
Lebih lanjut, Agil berpendapat bahwa pendidikan itu harus mendapatkan proteksi dari pemerintah, termasuk keuangan. “Pemerintah harus kuat karena pendidikan mahal itu bukan alasan,” ujarnya. Menilik Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945, ditegaskan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Pasal tersebut bisa menjadi dasar pertimbangan pemerintah untuk memperbesar anggaran Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Subsidi yang besar diharapkan dapat meringankan biaya pendidikan bagi masyarakat karena kebutuhan universitas tertutupi. “Jika kita mengkaji lebih dalam, tujuan PTN BH itu untuk kepentingan pasar. Ketika PTN tidak ada bantuan dari pemerintah, konsekuensinya adalah UKT semakin naik dan kualitas pendidikan tidak meningkat,” tambahnya.
Senada dengan pendapat Agil, Abdurrahman Narwastu memberi tanggapan terkait hal tersebut. Ia lebih setuju jika UB tetap berstatus BLU daripada PTN BH. “Ketika UB menjadi PTN BH, maka UB harus menguatkan pemasukan karena bantuan pemerintah berkurang,” ujar mahasiswa Fakultas Pertanian UB angkatan 2014 itu. Sedangkan unit-unit usaha, seperti UB Press dan Guest House UB sudah mengalami defisit berlebih. Hal ini yang membuat ia yakin jika UB menjadi PTN BH pasti akan menaikkan UKT. Selain itu, Narwastu juga menilai bahwa status PTN BH murni bertujuan otonomi keuangan. Karena jika menilik sektor keuangan, UB saat ini gencar meningkatkan badan usaha akademik seperti UB Forest, Institut Atsiri, laboratorium biosains, dan komersialisasi riset.