Judul Film : Penyalin Cahaya
Tanggal Rilis : 8 Oktober 2021
Sutradara : Wregas Bhanuteja
Penulis Naskah : Wregas Bhanuteja
Produser : Adi Ekatama dan Ajish Dibyo
Produksi : Rekata Studio dan Kaninga Pictures
Durasi : 2 jam 10 menit
Pemeran : Shenina Cinnamon, Chicco Kurniawan, Jerome Kurnia, Giulio Parengkuan, Lutesha, Dea Panendra, Ruth Martini, Lukman Sardi, Budi Ros, Elisabeth Pasaribu, Yayan Ruhian, Donny Damara, Fauzi, Yandi Nurdiansa, Rukman Rosadi, Adipati Dolken, Landung Simatupang, Khiva Iskak, Tanta Ginting, Mian Tiara
Film Penyalin Cahaya pertama kali rilis dan ditayangkan di World Premiere Busan International Film Festival (BIFF) pada tanggal 8 Oktober 2021. Film ini disutradarai oleh Wregas Bhanuteja yang juga sekaligus merangkap sebagai penulis naskah. Sejak awal rilis, film yang menceritakan kisah penyintas kekerasan seksual ini telah mendapat banyak perhatian publik. Selain berhasil meraih 12 Piala Citra FFI 2021, salah satu kontroversi yang membuat film ini ramai diperbincangkan adalah adanya dugaan bahwa kru film tersebut dilaporkan pernah menjadi pelaku pelecehan seksual. Namun, terlepas dari semua kontroversi yang ada, film yang dibintangi oleh Shenina Cinnamon tersebut memiliki alur cerita yang menarik dan layak untuk ditonton.
Film ini diawali dengan adegan pertunjukan teater yang dipersembahkan oleh kelompok teater matahari. Setelah pertunjukan teater usai digelar, semua pemeran dan anggota teater matahari tampak puas dan bangga akan hasil kerja kerasnya. Kerja keras teater matahari memang tidak mengkhianati hasil, mereka secara resmi dinyatakan sebagai pemenang dari lomba teater tersebut dan berkesempatan pergi ke Kyoto untuk mempertunjukkan karya mereka. Kabar kemenangan teater matahari membuat Suryani sangat senang dan segera mengunggah kabar tersebut pada website yang ia kelola. Suryani atau biasa dipanggil Sur merupakan mahasiswa jurusan komputer sekaligus anggota dari teater matahari. Sebagai anggota teater matahari, Suryani bertugas membuat dan mengelola website. Meskipun ayah Sur tidak menyukai kegiatannya di teater, Sur tetap berusaha membuktikan bahwa ia mampu untuk tetap berprestasi dan mempertahankan beasiswanya.
Untuk merayakan kemenangan yang telah diraih, teater matahari sepakat mengadakan pesta di kediaman Rama. Pesta perayaan yang digelar terlihat ramai dan meriah. Begitu pula dengan Sur, yang ikut terjun dalam euforia pesta hingga lalai akan agenda penilaian beasiswa keesokan harinya. Saat penilaian beasiswa, Sur ditunjukkan dengan adanya unggahan foto selfie dirinya di media sosial. Kondisi Sur yang sedang mabuk dalam foto tersebut dinilai telah mencerminkan perilaku tidak baik yang kurang sesuai dengan budaya Indonesia. Akibat dari foto dan kejadian yang menimpanya di pesta, Sur harus kehilangan beasiswa dan diusir dari rumah oleh ayahnya.
Sebaliknya, Suryani merasa bahwa dirinya tidak mungkin mengunggah fotonya yang sedang mabuk di media sosial. Ia berfikir pasti ada seseorang yang sengaja melakukan perpeloncoan terhadapnya sebagai anggota baru dalam grup teater. Dengan segenap kemampuan yang dimilikinya, Sur bertekad untuk mencari bukti dan menemukan siapa dalang di balik kejadian malam itu. Berawal dari pencarian bukti-bukti yang dapat digunakan untuk memperkuat laporannya kepada pihak kampus, Suryani menemukan fakta lain yang tidak disangka olehnya. Sur akhirnya mengetahui bahwa pada saat dirinya mabuk, ia telah mendapatkan tindakan pelecehan seksual. Pada bagian ini, penonton akan dibuat bertanya-tanya mengenai siapa pelaku pelecehan tersebut. Teka-teki ini akan terjawab bersamaan dengan adanya plotwist yang dihadirkan dalam film.
Setelah mengetahui fakta yang sebenarnya, Suryani tidak tinggal diam. Sebagai korban pelecehan seksual, ia berusaha untuk mencari keadilan bagi dirinya dan pelaku. Namun, usahanya tidak membuahkan hasil yang maksimal. Pelaku dari tindak pelecehan seksual tersebut memiliki power atau kekuasaan yang lebih tinggi dan mengancam Suryani atas tuntutan pencemaran nama baik. Pada akhirnya, seperti kutipan dialog yang diucapkan dalam cuplikan film tersebut, “di dalam kegelapan saya memutuskan untuk bekerja” yang merupakan makna ketika korban harus terus berjuang seorang diri untuk mendapatkan keadilan tanpa bantuan dan dukungan.
Film ini mengangkat isu yang sesuai dengan kondisi di Indonesia, dimana diantara sekian banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi, hanya sedikit dari korban yang mau untuk bersuara. Situasi sulit yang dialami korban untuk mencari keadilan juga sangat relevan dengan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kita. Ketika korban tidak memiliki bukti yang cukup kuat, seringkali mereka hanya dianggap mengarang cerita belaka dan tidak mendapatkan perlindungan atau dukungan dengan semestinya. Selain itu, film ini juga memperlihatkan kepada penontonnya bahwa kasus kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja tanpa pandang gender.
Film dengan durasi 2 jam 10 menit ini banyak mengandung metafora dan pesan-pesan tersirat di dalamnya. Salah satunya adalah adegan fogging yang beberapa kali ditayangkan pada bagian-bagian tertentu. Fogging dalam adegan film tersebut mengandung makna 3M yaitu, “Menguras, Menutup, dan Mengubur”. Sebagaimana kebanyakan kasus kekerasan seksual yang terjadi, dimana pelaku mencoba untuk menutupi segala bukti yang mengarah pada dirinya serta menuntut korban untuk tutup mulut atas tindak kekerasan seksual yang dialami. Pada akhirnya kasus-kasus kekerasan seksual yang ada akan dikubur begitu saja dan korban tidak mendapatkan hak nya unutk bisa menuntut keadilan. Selain itu, munculnya adegan teatrikal dimana Rama membungkam Medusa dan Gorgonnya, juga merupakan makna tersirat dari film ini. Dalam mitologi Yunani, Medusa bermakna sebagai symbol perlawanan terhadap patriarki. Oleh karena itu, dibungkamnya Medusa menunjukkan bahwa saat itu patriarki telah menang.
Namun, terlepas dari pesan-pesan luar biasa yang terkandung didalamnya, film ini juga memiliki beberapa kelemahan. Salah satunya adalah penggambaran karakter laki-laki dalam film. Karakter laki-laki pada film ini tidak ada yang digambarkan sebagai sosok yang benar-benar baik. Hal tersebut dapat terlihat dari Rama, Ayah Sur, Amin, Pengemudi taksi, dan juga pihak kampus yang tidak sepenuhnya memberikan dukungan pada Sur.
Secara keseluruhan film ini patut untuk diapresiasi. Selain pemilihan latar yang sangat sesuai dengan alur cerita, akting yang ditampilkan oleh para pemain juga terkesan sangat natural dan menjiwai peran yang dibawakan. Kombinasi dari teknik pengambilan gambar, efek visual, serta efek suara juga membuat penonton ikut larut dan lebih mudah dalam meresapi alur cerita yang dihadirkan.
Film Penyalin Cahaya dapat anda saksikan di Netflix.
Penulis: Anisa Wahidatus Zahro
Editor: Anggita Sasmita