Penulis: Ganis Harianto/ Administrasi Publik 2012
Senandung senyumnya bergulir lama sudah
Tak ada kata berucap
Tentang apa yang dirasakan
Terpendam syahdu kasih sayang
Layaknya dekap bidadari suci
Perlahan menghampiri
Menghampiri kami tiada henti
Namun kai ini ia meronta
Kala lelah tak kunjung reda
Dimana-mana ada tumpukan bata
Hingga tak kuat lagi raganya
Menahan jajaran kubus dan persegi di tubuhnya
Namun kali ini ia menghujat
Kala kemarahannya meletup
Tubuhnya luka dicabik
Hingga tak kuat lagi raganya
Menahan perih tiap keruk butir di tubuhnya
Namun kali ini ia berteriak
Kala kesaktiannya memuncak
Sekujur tubuhnya penuh lubang
Hingga tak kuat lagi raganya
Menahan nyeri bulunya dicabuti hingga botak
Andai saja kita sadar
Andai saja kita tau
Andai saja kita mengerti
Andai kepekaan itu kita miliki
Mungkin ibu pertiwi tidak akan seperti ini
Dihakimi tanpa henti
Mungkin kemurkaannya bisa diantisipasi
Terlambat
Ibu tak sanggup dengan kenakalan kita
Teriaknya menghembus membuat tumbang
Rontanya menggetar membuat runtuh
Tangisnya mengucur membuat luapan
Lukanya memuncrat membuat genangan
Sampai kapan kita seperti ini?
Tiada berbakti pada ibu pertiwi
Bukan menjaga malah melucuti
Hingga waktu menjawab nanti
Diam-diam ia tak sanggup lagi
Lalu, mati!!