Reporter : Shocihatuz dan Muhammad Bahmudah

Uang Kuliah Tunggal Universitas Brawijaya (UKT UB) pada tahun 2014 dan 2015 mengalami beberapa perubahan, baik berupa kenaikan maupun penurunan. Berdasarkan informasi yang LPM DIANNS peroleh ketika menemui Dr. Sihabudin, SH., MH. selaku Wakil Rektor 2, perubahan tersebut terjadi karena adanya penyesuaian kebutuhan dan program masing-masing fakultas. Beberapa fakultas mengalami kenaikan UKT pada tahun 2015 karena adanya komponen yang belum diperhitungkan pada tahun lalu.

Fakultas yang mengalami kenaikan contohnya adalah Fakultas Hukum (FH), kenaikan UKT dikarenakan pada UKT tahun lalu dana untuk pelepasan sarjana belum dimasukan, sehingga saat kegiatan pelepasan sarjana, dana yang ada minim. Begitu juga yang terjadi pada Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIK), saat penghitungan UKT tahun lalu, dana penelitian/labolatorium belum dimasukkan, sehingga tahun ini diperhitungkan ke dalam UKT.

Pada 8 Mei 2015 lalu, sebuah surat terbuka yang berisi lima poin tuntutan dilayangkan kepada Rektor UB, salah satu tuntutannya adalah perihal UKT. Saat ditanya tentang hal tersebut, Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) menjelaskan bahwa EM masih tetap konsisten dengan tuntutannya dan menginginkan adanya transparasi UKT. Setelah berkoordinasi beberapa hari yang lalu, kelompok kerja (pokja) menginginkan adanya audiensi. “Audiensinya insyaallah tanggal 19 Mei, yang coba kita kawal terkait dengan transparasi penggunaan UKT ini dan bagaimana mekanisme penentuannya. Agar bisa disesuaikan dengan ketentuannya. Bahkan kalau bisa kita tuntut untuk menurunkan, dalam artian UKT kita ini mahal,” ujar Reza selaku presiden EM.

Terkait penurunan UKT yang gencar dituntut mahasiswa, Wakil Rektor 2 mengatakan, “Ada mahasiswa yang banyak yang mengajukan penurunan. Itukan berarti beberapa hal dianggap terlalu tinggi, karena itulah berupaya untuk diturunkan. Meskipun kalau dihitung dari kebutuhan, bisa jadi kurang.”

Meskipun terdapat penurunan dan kenaikan UKT, penerapan sistem UKT UB tahun 2015 masih tetap sama dengan sistem UKT tahun lalu. UKT yang diterapkan di UB disusun berdasarkan kebutuhan dan masih di bawah nilai Biaya Kuliah Tunggal (BKT). “Tetapi semuanya di bawah nilai itu, itu yang perlu kita digarisbawahi. Sehingga, kita dulu menyusun UKT sesuai dengan kebutuhan,” ucap Wakil Rektor 2 memperjelas.

Lantas, apa bedanya UKT dengan BKT?

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 55 Tahun 2013, BKT merupakan keseluruhan biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi di Perguruan Tinggi Negeri. Sedangkan UKT digunakan sebagai dasar penetapan biaya yang dibebankan kepada mahasiswa masyarakat dan pemerintah dan ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. UKT ditetapkan berdasarkan BKT dikurangi biaya yang ditanggung oleh pemerintah. Dalam Peraturan Menteri tersebut juga terdapat lampiran yang berisi tentang BKT dan UKT Perguruan Tinggi di Indonesia dan diperinci dengan jumlah biaya per program studi yang ada di fakultas.

Di UB, pembebanan UKT pada setiap mahasiswa ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa itu sendiri. Pada SK Rektor Universitas Brawijaya Nomor 190 Tahun 2015 terdapat enam kategori di setiap program studi per fakultas. Pada kategori 1 dan 2, nominal yang ditentukan berdasarkan ketentuan nasional. Sedangkan kategori selanjutnya, berdasarkan kebutuhan masing-masing tetapi harus proporsional sesuai dengan kemampuan finansial mahasiswa.

Advokasi Mahasiswa Baru

Beberapa bulan lagi Universitas Brawijaya akan kedatangan ribuan mahasiswa baru dari berbagai latar belakang yang berbeda. Mahasiswa baru masih awam tentang sistem yang ada di UB, terlebih lagi tentang UKT. Tidak jarang beberapa mahasiswa akan salah input data atau nominal UKT yang tidak sesuai dengan kemampuan finansial mahasiswa tersebut. Tentu saja mereka membutuhkan bantuan atau informasi dari beberapa pihak, salah satunya adalah EM UB. Saat ditemui di Sekretariat Eksekutif Mahasiswa (12/5/) dan ditanya tentang kesiapan untuk advokasi Mahasiswa Baru, Presiden EM UB berujar, “Untuk mengadvokasi hal krusial seperti itu, kita pasti siap. Nanti Menteri Advokesma beserta dirjen dan staf-stafnya juga akan banyak berkolaborasi dengan teman-teman Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) khususnya kementerian advokesma tiap fakultas.”

Dari pihak UB pun membuka kesempatan kepada mahasiswa untuk mengajukan keberatan. Pengajuan keberatan tersebut dapat berupa pengajuan penundaan maupun keringanan. Keberatan dapat dilakukan apabila terdapat mahasiswa yang merasa dibebani dengan kategori yang tidak sesuai dengan kemampuan finansialnya. Pengajuannya dapat dilakukan melalui mekanisme yang sudah ditetapkan oleh pihak kampus.