Reporter: Fadhila Isniana dan Nurhidayah Istiqomah

Perpaduan alunan musik dari suling, gitar, dan biola menggema di seluruh tempat ruang bersantai 3 gedung modern MX Mall pada Sabtu malam, 27 Maret 2016. Komposisi instrumen musik ini mengawali deretan lagu yang dibawakan oleh ketiga personil band Tigapagi saat sedang mengisi acara Creative Zone Yang diselenggarakan oleh LA. Ketiga personil tersebut adalah Sigit Agung Pramudita sebagai vokalis sekaligus gitaris, juga kakak beradik Eko Sakti Oktavianto dan Prima Dian Febrianto selaku gitaris dan bassis. Seusai membawakan hampir semua lagu dalam album yang berjudul Roekmana’s Repertoire, band yang sudah berdiri sejak tahun 2006 ini berlanjut aksi panggungnya dengan lagu lagu dalam album Entitas Pendek (EP) terbarunya yang berjudul Sembojan.

Lagu bergenre folk yang dipadukan dengan komposisi musik khas sunda, sudah menjadi ciri khas dari band indie asal Kota Bandung ini. Peleburan genre Folk dan musik daerah membuat lagu-lagu band Tigapagi terdengar tenang dan syahdu. Meski mereka hanya tampil di parkiran yang terbatas, dengan tinggi 2,5 meter, penonton tetap memadati sekitar area panggung yang hanya berukuran kurang lebih 4 x 6 meter. Alunan musik khas Sunda yang syahdu mampu menghipnotis para pendengarnya untuk tetap menikmati lagu yang dibawakan Sigit dan kawan-kawan walaupun berada di tempat parkir yang panas dan pengap. Bahkan, saat Tigapagi membawakan lagu penutup, terdengar lirih para penonton menirukan Sigit menyanyikan lagu Sembojan. Vokalis band Tigapagi ini sendiri mengaku bahwa sejak peluncuran album EP Sembojan, jumlah penyuka musik mereka semakin bertambah.

Makna Sembojan

Sembojan merupakan ejaan lama dari Semboyan yang menjadi nama pamungkas untuk album EP Tigapagi. Dibalik nama yang berasal dari ejaan lama, tersimpan lagu-lagu dengan nuansa tahun 1960 serta pada tahun-tahun sebelum masa orde baru. Album ini masih melekat dengan album sebelumnya yang gemar menggunakan ejaan lama, Roekmana’s Repertoire.

Menurut Eko, salah satu personil yang terlihat paling nyentrik dengan tato yang melekat di kedua tangannya, kelahiran Sembojan pada 30 September 2015 memiliki makna untuk tidak melupakan sejarah.

Lagu Sembojan yang memiliki nama yang sama dengan albumnya menyimpan makna yang dalam selama 10:02 menit. Walaupun terdengar sedikit mistis, lirik lagu sembojan ini yang menjadi pembeda dari lagu-lagu di album sebelumnya yang terkesan sendu. Suara siulan yang terdengar sedikit menggema mengawali lagu Sembojan, lalu diikuti dengan alunan musik instrumental yang menentramkan jiwa. Dengan permainan ketiga alat musik yang menjadi ciri khas Tigapagi, alunan musik tersebut berhasil memanjakan telinga para pendengar selama hampir 4 menit. Memasuki menit Memasuki menit ke 3:45, terdengar Sigit mulai menunjukkan suara khasnya yang merdu.

“Wajah yang hilang berkisar diangka 500 juta jiwa, perkaranya praduga gugurkan 7 sekawan,”. Awal lirik lagu Sembojan tersebut mengingatkan para pendengarnya mengenai peristiwa yang selama ini belum terpecahkan. Seakan menyeret para pendengar kedalam kengerian peristiwa tahun 1965. Para pendengar juga diajak untuk mengingat cerita dugaan sekelompok orang yang membunuh 7 Jenderal dan membuang mayatnya kedalam lubang buaya. Hingga menyebabkan hilangnya nyawa orang mencapai angka 500 juta jiwa akibat praduga yang tidak benar. Lantunan Sigit pada menit ke 5:29, “terpisahnya kepala, tubuh saling mencari, nama-nama yang dicuri,” memperjelas kengerian dari lagu Sembojan. Sampul Sembojan yang menggambarkan 7 orang menyeret 7 mayat ke sebuah lubang menambah kengerian album EP Sembojan. Pada bagian akhir lagu, Tigapagi menyuguhkan fakta politik yang ada di Indonesia dulu dan sekarang.

Lewat album ini, Tigapagi mencoba menggambarkan kisah yang sudah hampir setengah abad dan masih belum terpecahkan. Peristiwa kelam yang melibatkan 2 juta rakyat pada waktu itu dan tidak tertuliskan dalam sejarah. Bahkan sampai sekarang diskriminasi masih dirasakan oleh keluarga mereka. Sedangkan 7 orang yang berbeda berada dalam buku pelajaran sejarah dan di monumenkan. Penggambaran peristiwa ini lah yang membuat istri dan ibunda Sigit memprotes lagu Sembojan. Tidak hanya dari keluarga, protes dari luar pun juga mereka dapatkan. Meski terlepas dari kengerian makna lirik lagu tersebut, tujuan dari lagu ini adalah untuk mengajak para pendengarnya agar meningkatkan kesadaran sosial mereka. Namun bagi Sigit, protes dari internal maupun eksternal tidak menjadi penghalang bagi lagu Sembojan untuk tetap dilantunkan. “Kalau ada yang protes, justru saya bersyukur ada yang menyimak lirik itu secara serius,” tandas Sigit.