Reporter: Johanis Mercurius

Yogyakarta, DIANNS.ORG – Selasa, 15 Januari 2018 sekitar pukul 18:00 Kantor Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta di datangi oleh masa yang tergabung dalam Aliansi untuk Balairung menggelar konsolidasi guna membahas kejanggalan pemeriksaan Citra Maudy oleh Polda Provinsi D.I. Yogyakarta.

Citra pada kala itu menjadi penulis berita kasus kekerasan seksual yang diterbitkan oleh Badan Penerbitan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung Universitas Gajah Mada (UGM) mendapatkan surat panggilan pemeriksaan pada tanggal 26 Desember 2018. “Pada kasus Agni, terdapat pemanggilan saksi-saksi yang salah satunya dipanggil itu merupakan penulis yang mengungkapkan kekerasan seksual di UGM,” ujar Dimas selaku tim kuasa hukum Citra. Pemanggilan saksi ini berdasarkan laporan dugaan tindak pidana pemerkosaan dan pencabulan kepada Agni yang dilaporkan oleh Arif Nurcahyo, Kepala Satuan Keamanan Kampus Universitas Gadjah Mada (SKK UGM). Laporan kekerasan seksual ini berdasarkan berita Nalar Pincang UGM yang di terbitkan BPPM balairung.

Citra yang memenuhi panggilan pemeriksaan tersebut mengatakan bahwa ia di tanyakan sejumlah tiga puluh pertanyaan. Tim kuasa hukum Citra menyayangkan terdapatnya beberapa pertanyaan yang tidak relevan dengan kasus kekerasan seksual. “Pertanyaan-pertanyaannya jauh lebih mengarah kepada konfirmasi beritanya, bukan mencari materi-materi dari kekerasan seksual itu sendiri,” ujar Dimas.

Tim kuasa hukum Citra yang terdiri dari Dimas, Danang, dan Yogi ini juga mengonfirmasi adanya pertanyaan yang lebih mengarah kepada konfirmasi berita. “Pertanyaan yang diberikan kepada Citra ini berkaitan dengan apakah berita ini benar atau hoax,” ucap Dimas sembari mendampingi Citra seusai konsolidasi. Citra juga menuturkan bahwa selain ditanyai mengenai kebenaran berita kekerasan seksual, ia juga ditanyai mengenai kondisi daerah ketika kejadian kekerasan seksual terjadi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut pun menurut Dimas merupakan pertanyaan yang diluar kuasa Citra untuk menjawab karna ia tidak terlibat langsung dalam kejadian.

Pemanggilan Citra sebagai saksi dalam kasus kekerasan seksual ini pun menurut tim kuasa hukum kurang memiliki relevansi terhadap kasus. Selain karna pertanyaan yang janggal, pemaknaan nomenklatur “pemerkosaan” yang berbeda pun membuat para penyidik menganggap berita Nalar Pincang UGM ini merupakan berita bohong. Mengutip dari https://kumparan.com/@kumparannews/penulis-nalar-pincang-ugm-atas-kasus-perkosaan-diperiksa-polisi-1546859150423335320?ref=rel, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Provinsi DIY, Kombes Hadi Utomo,mengatakan institusinya memeriksa Balairung Press lantaran ada indikasi berita bohong dengan nomenklatur kalimat pemerkosaan. “Kami akan panggil, mereka-mereka itu kok bisa menemukan nomenklatur pemerkosaan itu dari mana,” ujar Hadi. “Ini yang sebenarnya mau kami ungkap. Kalau faktanya tidak benar jangan disebar-sebar itu apa bedanya dengan hoax,” tambah Hadi.

Citra selaku penulis pun mengakui adanya perbedaan perspektif mengenai pemaknaan kata pemerkosaan. “Mereka (kepolisian) kan mengacu pada KUHP, sedangkan kami melakukan pemaparan narasumber yang merujuk kepada Komnas Perempuan, dan itu jelas tidak sama,” ucap Citra ketika diwawancarai awak DIANNS. Dalam buklet “15 Bentuk Kekerasan Seksual” yang dirilis di laman Komnas Perempuan, perkosaan dapat diidentifikasi dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan memakai penis ke arah vagina, anus, maupun mulut korban. Bisa juga menggunakan jari tangan atau benda-benda lainnya. Serangan dilakukan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, penahanan, tekanan psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, atau dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang penuh paksaan. Sedangkan perkosaan/perzinahan menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) berkaitan dengan hubungan suami-istri.

Perbedaan rujukan pemaknaan pemerkosaan ini pun menurut Citra dapat menimbulkan efek yang berbahaya. “Efek kedepannya, orang-orang menjadi takut, kamu gak boleh ngomong tentang pemerkosaan, nanti lu bisa di penjara. Yang jelas ini akan menjadi efek kedepannya, bukan hanya kepada Balairung dan Agni tapi juga masyarakat lainnya atau korban lainnya. Karena semangatnya korban jangan ngomong,” tutur Citra.

Hingga berita ini di turunkan, BPPM Balairung telah mengadakan konferensi pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.