Reporter: Dea Kusuma R.
Malang, DIANNS – Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Malang Bersatu melakukan aksi lanjutan pada Senin, 2 Mei 2016 di depan Balai Kota (Balkot) Malang. Dalam aksi ini, massa ingin bertemu dengan Wali Kota Malang untuk menuntut pencabutan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. PP ini dianggap tidak pro terhadap buruh dan menyebabkan para anak buruh tidak dapat mengenyam pendidikan yang layak. Meski sempat terjadi aksi saling dorong antara massa dan aparat, Sutiaji selaku Wakil Wali Kota Malang akhirnya menemui massa. Ia menandatangani surat tuntutan massa dan berjanji segera memenuhinya.
Misdi, salah satu buruh yang juga tergabung dalam Dewan Pengupahan, mengungkapkan PP 78/2015 sangat merugikan karena kebutuhan hidup buruh ditinjau lima tahun sekali dan dalam penentuan upah pun buruh tidak diikutsertakan. Besarnya upah buruh ditentukan oleh inflasi negara. Sehingga jumlah upah buruh tidak jelas. Hal ini kemudian berimbas pada nasib pendidikan anak-anak buruh. “Dengan upah yang tidak pasti dan biaya pendidikan semakin mencekik, lalu bagaimana nasib anak-anak buruh?” tuturnya pada reporter DIANNS di tengah aksi yang berlangsung.
Massa juga meminta Mochamad Anton atau yang akrab disapa Abah Anton selaku Wali Kota Malang untuk keluar dari balkot dan mendengar tuntutan mereka.Sayangnya, Abah Anton tak kunjung menemui massa. Massa yang terdiri dari gabungan buruh, mahasiswa, dan jurnalis pun mencoba menerobos barisan polisi untuk menemui Abah Anton. Aksi saling dorong antara kedua belah pihak pun tidak dapat terhindarkan. Meskipun massa terpukul mundur, akhirnya Wakil Wali Kota Malang yang keluar untuk menemui mereka.
Di depan Wawali (wakil wali kota) Malang, Yatimul Ainun, selaku koordinator aksi, membacakan tuntutan. “Pak Wawali, cabut PP 78/2015 tentang pengupahan karena peraturan tersebut sangat diskriminatif dan merugikan buruh,” ungkapnya saat membacakan salah satu poin tuntutan. Ia juga menyatakan buruh merayakan Mayday tidak dengan bernyanyi dan berjoget dangdut. Hal ini berkaitan dengan pendirian panggung hiburan beserta penyanyi dangdut di depan balkot oleh pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Malang pada saat peringatan Mayday kemarin.
Menanggapi tuntutan buruh, Sutiaji menjanjikan adanya revisi PP 78/2015 karena ia menganggap peraturan tersebut tidak manusiawi. Ia juga meminta buruh untuk memberikan waktu pada pemkot untuk berkoordinasi dengan pengguna jasa (investor) dan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). “Besok kami akan memanggil Dinas Tenaga Kerja. Segera berkoordinasi dan kumpulkan semua pemodal dan pemilik perusahaan. Tuntutan panjenengan (Anda) akan segera disampaikan,” janjinya kepada massa. Ia juga meminta massa menagih janjinya apabila pemkot tidak segera merealisasikan tuntutan buruh.
Aksi peringatan Hari Buruh Internasional ini sebelumnya telah dilakukan pada Minggu,1 Mei 2016 lalu di depan Museum Brawijaya. Massa kemudian melakukan aksi lanjutan dengan tuntutan yang sama. Terdapat delapan poin tuntutan massa yang dilayangkan kepada wali kota, yaitu: 1) Pencabutan PP 78/2015; 2) Pengusutan kasus kriminalisasi terhadap aktivis buruh; 3) Hapus sistem kerja kontrak dan outsourching; 4) Tolak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak; 5) Wujudkan upah layak bagi buruh; 6) Partisipasi buruh dalam kebijakan pabrik; 7) Berikan jaminan pendidikan dan kesehatan yang layak bagi buruh; 8) Berikan kebebasan berserikat dan berorganisasi bagi buruh.