Reporter: Nurbaiti Permatasari dan Setia Nur Reformasinta
Malang, dianns.org – Terhitung sejak tanggal 2 Mei 2017 sampai dengan 7 Mei 2017, tujuh orang tahanan dari pihak Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Medan sebanyak tiga orang sudah dibebaskan. Sedangkan empat orang lainnya masih ditahan. Saat ini, mereka ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan pemukulan intelijen polisi saat terjadi kericuhan, pasca aksi momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Kejadian terjadi di Gerbang 1 Universitas Sumatera Utara (USU). Adapun empat tersangka tersebut diantaranya dua anggota Lembaga Pers Mahasiswa Bursa Obrolan Mahasiswa Institut Teknologi Medan (LPM BOM ITM) yaitu Fadel Muhammad Harahap dan Fikri Arif, satu Mahasiswa USU yaitu Mensen, dan Erlangga tidak diketahui keterangannya.
Dari keadaan keempat tersangka, Syahyan Pratama Damanik, selaku Pemimpin Umum (PU) LPM BOM ITM mengungkapkan bahwa keadaan Fadel dan Fikri, tidak baik-baik saja. Kondisi Fikri saat ini mengalami luka pukul yang hebat diwajah dan pengelihatan yang kurang jelas dimata sebelah kanan. Sementara Fadel, mengalami luka serius dikepala bahkan sempat mengatakan jika ia mengalami geger otak. Hal itu diungkapkannya pada saat diwawancarai Awak Dianns via telepon pada Minggu, 7 Mei 2017.
Sejauh ini, tersangka baru bisa ditemui kuasa hukumnya pada malam hari, tanggal 6 Mei 2017. Pasca penangkapan, Polrestabes Medan tidak memberikan penjelasan sama sekali. Bahkan tidak memperbolehkan kuasa hukum dari pihak Fikri dan Fadel untuk bertemu. Selain itu dalam pemeriksaan, Syahyan melihat kedua rekannya tersebut masuk kedalam ruangan pemeriksaan unit kendaraan bermotor (ranmor). Padahal kasus mereka tidak berkaitan dengan kasus pencurian motor. PU dari LPM BOM ITM tersebut, melihat kejadian itu ketika seorang rekannya yang lain sedang mengisi Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) pada pukul 10.00 WIB.
Sementara itu, adanya aksi demontrasi dalam momentum Hardiknas tersebut, LPM BOM ITM menugaskan tiga orang Badan Pengurus Harian (BPH) untuk melakukan peliputan. Ketiga BPH tersebut, yaitu Jackson Ricky Sitepu, Fadel, Fikri. Saat melakukan peliputan dari Simpang Pos Padang Bulan hingga di lampu merah Simpang Kampus USU, ketiganya masih melaksanakan tugas peliputan dengan baik. Akan tetapi aksi mulai memanas, ketika ban bekas mulai dibakar oleh massa akasi dan pihak kepolisian pun mulai berdatangan. Tidak hanya itu, massa aksi pun kemudian berpindah ke depan pintu Gerbang 1 USU dan kembali membakar ban. Ditambah lagi adanya provokasi dari berbagai pihak baik masyarakat, preman setempat dan intel. Hal tersebut, yang menyebabkan aksi bentrok secara tiba-tiba antara massa aksi dengan masyarakat, serta pihak keamanan.
Dijelaskan pula dalam kronologi penangkapan yang dikeluarkan oleh LPM BOM ITM, menyatakan Jackson yang berada 10 meter dari gerbang kampus dihalangi oleh masyarakat. Informasinya pria menghalangi Jackson tersebut, adalah seorang intel dan satu marga dengannya. Sehingga Jackson dilepas pada saat itu juga. Sebelum meninggalkan lokasi, Jackson sempat melihat Fadel ditarik masyarakat dan jatuh tersungkur ke aspal. Sementara Fikri tidak terlihat lagi dilapangan. Dan ternyata saat dihubungi PU LPM BOM ITM, kedua wartawan telah berada di kantor Polrestabes Medan. Meskipun mereka memiliki surat tugas dan telah menunjukkannya kepada pihak kepolisian, mereka tidak ditanggapi dengan baik.
Syahyan pun mengatakan jika pihak kepolisian bersikap refresif. “Baru kali ini tindakan polisi refresif. Mungkin karena ada aksi dua hari berturut-turut dari tanggal 1 Mei 2017 sebagai Hari Buruh”, tuturnya pada Awak Dianns. Ia pun kebingungan akan sikap polisi yang seperti ini dimana tidak kooperatif dan banyak hal yang ditutup-tutupi. Ia mengungkapkan adanya perbedaan sikap polisi pada saat penangkapan aksi serupa yang terjadi pada tahun 2013. Ketika itu, meskipun lebih bnyak massa aksi yang ditahan akan tetapi pihak kepolisian tidak menutup- nutupi kasus tersebut. Serta juga tidak menghalangi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk bertemu dengan tahanan. Terlebih keadaan saat ini justru kasus ditangani oleh ranmor, padahal tidak berkaitan dengan kasus pencurian motor.
Selain itu terjadi penggrebekan di sekretariat organisasi Forum Mahasiswa Anti Penindasan (FORMADAS) yang dilakukan oleh sekitar delapan orang dengan menggunakan baju preman. Penangkapan ini bermula setelah massa aksi Hardiknas yang tergabung dalam Konsolidasi Gerakan Mahasiswa Sumatera Utara (Sumut) terjadi bentrok antara Gerakan Mahasiswa Sumatera Utara (Sumut) dengan warga setempat. Hal ini dipicu adanya provokasi warga setempat yang melempar batu kepada massa aksi.