Penulis: DebbyLian/ Ilmu Administrasi Publik 2012
Ruh-ruh yang menjadi perdebatan dialektika
Masih terasa manis di lidah
Masih terasa lumat untuk dikoyak
Dilumat masak-masak hingga terbilang kenyang
Kenyang melumat jeritan-jeritan pecangkul tanah
Kenyang menjejali tuan-tuan tanah
Kenyang memabukkan penguasa
Semesta menjadi saksi, kala cangkul ditancapkan
Sejak tanam paksa hingga repelita
Nasib kita tak pernah berubah
Kita tetap sebagai pribumi, pemasok nasi tapi sering tersisih
Terbuai swasembada namun berujung dusta
Ketika tuan bilang tanah kita kaya, kau duakan aku dengan dia
Kau cekokkan kita dengan senjata, berdalih modernisasi era duaribu
Tak taukah tuan, tanah saja kita tak punya?
Hilang dilahap gedung bertingkat
Kita butuh tanah, untuk berladang
Kita butuh air, untuk menyiram
Tapi yang kudapat beton untuk mengganjal perut-perut yang kelaparan
Proyek-proyek baru dibangun
Menancapkan akar-akarnya pada tanah kering tandus
Berjejal penuh sesak
Menghimpit jaring-jaring makanan
Memutus rantai kehidupan
Para priyayi berdialektika, tentang ilmu yang selaras dengan alam
Namun, semua sirna belaka
Ketika ekonomi tetap diagungkan
Tampaklah New York dari balik jendela apartemen tuan
Padahal kau tahu masih di tanah rakyat, kau berpijak