Sumber : ohionow.org

Berbicara mengenai hak asasi manusia, semua insan semenjak dalam kandungan pun telah memilikinya. Universalisasi dari sebuah hak asasi berlaku di seluruh negara walaupun mungkin bertentangan dengan aturan/norma di suatu negara. Lalu, bagaimana jika hak asasi itu harus berbenturan dengan peraturan atau budaya yang membuat jurang diskriminasi terhadap perempuan semakin dalam?

Pemberitaan di berbagai media senantiasa tak pernah berhenti setiap harinya membahas kasus diskriminasi terhadap perempuan bahkan hingga kasus pelanggaran HAM yang selalu membombardir citra demokrasi dan kepatenan hak asasi. Upaya perlindungan terhadap hak asasi dan pemusnahan diksriminasi terus dilakukan selain bantuan dari berbagai LSM, salah satunya dengan Konvensi CEDAW.

Penjelasan lebih lanjut yang didapatkan dari berbagai sumber, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan atau Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan atau Konvensi CEDAW (Convention On The Elimination of All Forms Discrimination Against Women) merupakan suatu instrumen standar internasional yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1979 dan mulai berlaku pada tanggal 3 Desember 1981. Pada tanggal 18 Maret 2005, 180 negara, lebih dari sembilan puluh persen negara-negara anggota PBB, merupakan Negara Peserta Konvensi. Sementara itu, pada abad ke-20, Amerika Serikat memegang peran utama dalam pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa dan penyusunan Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia.

CEDAW merupakan perjanjian internasional yang paling komprehensif tentang HAM perempuan, di mana ditetapkan kewajiban yang mengikat Negara Pihak secara hukum untuk mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan.

Konvensi CEDAW sendiri telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984. Alasan Indonesia meratifikasi CEDAW adalah ketentuan-ketentuan CEDAW tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, diskriminasi tidak sesuai dengan Pancasila serta UUD 1945 dan semua warga Negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan.

Negara yang telah meratifikasi CEDAW memiliki peran penting dalam pemusnahan diskriminasi, di antaranya:

Ikut berpartisipasi dalam menghapus dan melarang diskriminasi terhadap perempuan secepatnya.

Memajukan, melindungi dan menegakkan HAM perempuan:

de jure dan de facto,

di ranah publik dan privat

Memberdayakan perempuan agar dapat berpartisipasi penuh dan setara dengan laki-laki di ranah privat maupun publik.

Memberdayakan aparatur negaraā€¯legislatif, eksekutis dan yudikatifā€¯maupun masyarakat serta menciptakan mekanisme nasional untuk menerapkan prinsip-prinsip CEDAW dan melaporkan kemajuan-kemajuan yang dicapai secara berkala kepada KOMITE CEDAW.

Pada tahun 1776, Thomas Jefferson dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang mengajukan filosofi bahwa hak asasi manusia melekat pada semua orang, menegaskan bahwa “Semua orang diciptakan sederajat, bahwa mereka dikaruniai oleh Penciptanya dengan Hak-hak yang tidak dapat disangkal, dan bahwa di antara hak-hak itu adalah Kehidupan, Kemerdekaan, dan upaya mengejar Kebahagiaan.”

Banyaknya lembaga perlindungan perempuan khususnya di Indonesia menunjukkan bahwa perempuan masih membutuhkan wadah guna memroteksi diri mereka serta guna melindungi hak-haknya yang rentan menjadi target sasaran diskriminasi. Melalui CEDAW, diharapkan perempuan-perempuan di negara mana pun dapat mendapatkan haknya secara utuh tanpa mengurangi hak orang lain karena HAM adalah hak hakiki setiap insan.

Penulis : Nova Andriani