Reporter: Dinda Indah Asmara
Malang, dianns.org – Puluhan masyarakat dan mahasiswa yang berasal dari Malang Corruption Watch (MCW), Front Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan beberapa Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Malang Raya mengikuti aksi Kamisan untuk memeringati dua belas tahun kematian Munir Said Thalib, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang tewas diracun arsenik dalam perjalanannya ke Belanda pada 7 September 2004 silam. Aksi yang diselenggarakan oleh Omah Munir ini digelar di depan Alun–Alun Kota Batu pada Kamis, 8 September 2016. Selain menuntut penyelesaian atas kasus pembunuhan Munir, aksi ini juga menuntut penyelesaian pelbagai kasus pelanggaran HAM yang selama ini terjadi. Aksi ini merupakan aksi Kamisan pertama yang digelar di Malang dan rencananya akan dilanjutkan setiap Kamis.
Sejauh ini, keseriusan pemerintah dalam upaya pengusutan dan penyelesaian pelbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia patut dipertanyakan. Hal ini terbukti dari banyaknya kasus pelanggaran HAM masa lalu seperti pembantaian anggota dan terduga anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965/1966, penghilangan paksa tahun 1998, dan juga kasus pembunuhan Munir yang terkesan ditarik ulur dan mangkrak. Selain itu, pemerintah juga kecolongan hingga menyebabkan pelbagai kasus pelanggaran HAM baru terus terjadi. Hal ini terbukti dari berita kematian aktivis lingkungan Salim Kancil beberapa waktu lalu. Juga, masih adanya korban atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh usaha pertambangan di pelbagai wilayah di Indonesia. Ketidakseriusan ini pada akhirnya menyebabkan para pelaku pelanggaran HAM termasuk negara menjadi kebal hukum atas kejahatan yang mereka lakukan. Hafied Fasholi selaku koordinator lapangan (Korlap) aksi menuturkan, saat ini isu-isu penegakan HAM dijadikan sebagai komoditas politik yang hanya sering disebut menjelang pemilihan umum (pemilu).
Ketidakseriusan pemerintah dalam upaya penegakan HAM juga tampak dari banyaknya pelaku pelanggaran HAM masa lalu yang menduduki jabatan penting dalam pemerintahan. Seperti Wiranto yang baru-baru ini diangkat menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam). Sebagai mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Wiranto diduga terlibat dalam penculikan aktivis tahun 1998 oleh Tim Mawar. Selain itu, banyak pelaku pelanggaran HAM yang dibebaskan. Seperti yang disebutkan dalam press release aksi, mantan Deputi Badan Intelejen Negara, Muchdi PR, yang diduga menjadi dalang pembunuhan Munir justru dibebaskan pasca beberapa bulan pertimbangan.
Banyaknya daftar tindakan pemerintah yang menunjukkan ketidakseriusan pemerintah menyebabkan upaya-upaya penegakan HAM di Indonesia terhadang impunitas negara dan oknum-oknum lainnya. Sebagai upaya untuk mematahkan impunitas tersebut, aksi ini mengajukan tiga buah tuntatan. Pertama, meminta Presiden Joko Widodo untuk segera membuka hasil Tim Pencari Fakta (TPF) atas kasus pembunuhan Munir. Tim Pencari Fakta adalah tim yang dibentuk pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2005. Dokumen dan temuan TPF tidak kunjung dibuka oleh negara hingga saat ini, seperti yang dijelaskan dalam press release aksi. Kedua, memecat Tim Mawar dari jabatan apapun di pemerintahan, dan yang terakhir menonaktifkan pelaku-pelaku kejahatan HAM masa lalu dari jabatan politik.
Fotografer: Esa Kurnia