Reporter: Hendra Kristopel & Bimo Adi Kresnomurti
Malang, dianns.org – Pada tanggal 15 Desember 2015, Universitas Brawijaya (UB) mendapat predikat dari Komisi informasi Pusat (KIP) sebagai peringkat 1 Keterbukaan Informasi Badan Publik kategori Perguruan Tinggi Negeri (PTN) diIndonesia. Namun, kenyataannya terdapat beberapa permasalahan terkait keterbukaan informasi di UB. Padahal, transparansi merupakan salah satu aspek yang wajib dipenuhi oleh PTN sebagai bagian dari organisasi public. “Memang peraturan keterbukaan informasi sudah diatur dalam undang-undang. Disana terdapat poin tentang transparansi.
Tentunya Perguruan Tinggi Negeri harus melakukan transparansi, karena merupakan bagian dari organisasi publik,” ujar Akhmad Amirudin, dosen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UB saat ditemui awak DIANNS pada Senin, 25 April 2016.
Pasal 3 poin a Undang-Undang (UU) Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), memaparkan bahwa tujuan dibentuknya UUini adalah menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik. Pada Pasal 7 ayat (1) tertulis,“Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkanInfor-masi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. ”Kemudiandalam UU Nomor12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 63, menyatakan bahwa otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi di laksanakan berdasarkan prinsip yang salah satunya adalah transparansi.
Berdasarkan Laporan Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) UBtahun 2015, terdapat beberapa poin permasalahan yang dihadapi UB. Salah satu poin tersebut berbunyi, “Kurang transparannya manajemen keuangan sehingga dapat menjadi pintu masuk bagi terjadinya penyalahgunaan oleh pejabat formal atau salah jalur dalam pemanfaatannya,”. Ketika ditanyai soal transparansi, Sihabudin selaku Wakil Rektor (WR) II menyatakan bahwa transparansi tidak dapat dilakukan secara luas karena akan menyalahi etika pembukuan. Menurutnya, perihal transparansi lebih merujuk pada undang-undang pembukuan. “Transparansi itu bukan berarti membuka keseluruhannya. Transparansi ini ada satu pengelolaan, namanya pembukuan.Dalam pembukuan perusahaan intinya adalah rahasia. Pembukuan itu aslinya semua adalah rahasia. Anda harus pahami betul tentang Undang-Undang Pembukuan,” ujarnya.
Sihabudin menambahkan bahwa UB telah membuat aturan tersendiri terkait informasi yang dapat dipublikasikan dan informasi yang tidak dapat dipublikasikan. Di sisi lain, informasi yang tidak dapat dipublikasikan telah diatur dalam Pasal 17 UU Nomor 14 tahun 2008 yang berbunyi, Informasi yang dikecualikan adalah yang dapat menghambat proses penegakan hukum; yang dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat; yang dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara; yang dapat mengungkapkan kekayaan alamIndonesia; yang dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional; yang dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri; yang dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang; dan memorandum atau surat-suratantar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan.”
Sihabudin menambahkan bahwa ada informasi yang selayaknya tidak diketahui secara umum. Sebagai contoh ialah informasi tentang utang mahasiswa kepada universitas tahun lalu.“Sekarang utang mahasiswa ke universitas itu 22 miliar, masa seperti itu dipublish?” ujarnya.
Ketika dimintai keterangan soal Laporan Keuangan UB tahun 2015 yang dalam waktu dekat belum dapat dipublikasikan, Sihabudin menyatakan bahwa laporan tersebut sudah selesai diaudit, namun bukan untuk dipublikasikan secara massal. Padahal, ketika dikonfirmasi ke Pusat Informasi, Dokumentasi, dan Keluhan (PIDK) UB, Laporan Keuangan merupakan informasi yang dipublikasikan. Hal itu terbukti dengan adanya Laporan Keuangan tahun 2013 di laman www.bk.ub.ac.id. Pihak PIDK menerangkan bahwa Laporan Keuangan tahun 2015 belum dipublikasikan karena belum selesai diaudit. “Laporan keuangan ada di web, namun untuk tahun 2015 belum selesai diaudit.Untuk laporan yang belum selesai diaudit merupakan informasiyang dikecualikan,” imbuh Sihabudin. Dari kedua pernyataan tersebut, dapat dilihat adanya indikasi ketidaksinambungan antara bagian keuangan dengan bagian informasi.
Terkait transparansi di tingkat fakultas, Heru Susilo selakuPembantu Dekan II FIA UB menyatakan bahwa pelaporan keuangan menjadi tanggung jawab pihak rektorat. Namun, setiap fakultas tetap membuat laporan yang nantinya akan diserahkan ke rektorat. “Semua rekening itu ada pada rektor, jadi fakultas itu hanya sebagai pelaksana saja.Yang harusnya menyampaikan itu dari rektorat. Contohnya penentuan UKT itu dari rektorat ke fakultas. Ada laporan tahunan kerektorat,” ujarnya. Selain itu, ia juga memberikan tanggapan terkait laporan tahunan yang kontennya terlalu umum dan tidak terperinci. “Ya, memang. Seperti dikoran-koran yangada laporan keuangan, kanmemang tidak terperinci. Yang lebih rincinya ada di internal. Kalau di UB, data yang rincinya ada di Dewan Pengawas atau Satuan Pengawas Internal. Saya tidak tahu, saya hanya kebijakan saja,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa fakultas membuat laporan pada setiap kegiatan dalam bentuk Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) yang diserahkan ke rektorat setiap bulan.Sementara untuk data yang terperinci, ia menyatakan data tersebut bukan untuk dipublikasikan secara umum. “Alokasi anggaran harus dimuat di laporan tahunan dari rektorat. Makanya keterbukaan itu adanya di rektorat, bukan fakultas. Rekening juga kan adanya di rektorat,” jelasnya saat ditemui awak DIANNS pada Selasa, 26 April 2016.Ketika dimintai informasi mengenai pendapatan, pengeluaran, dan alokasi anggaran dari rektorat ke fakultas, Heru menyatakan bahwa ia tidak memiliki data tersebut, melainkan bagian informasi direktorat. “Kalau kamu mautahu silahkan ke bagian informasi, saya gak simpan,” ujarnya.Namun, saat dikonfirmasi di PIDK UB, ditemukan pernyataan bahwa data tersebut meru-pakan daftar informasi yang tidak dikuasai oleh PIDK. “Kita sudah punya daftar informasi publik yang dikuasai oleh PIDK, dan hal itu merupakan daftar informasipublik yang tidak dikuasai oleh PIDK,” ujar Tamyis, selaku Staf Pendukung Bagian Penanganan Keluhan UB. Begitu pula ke-tika informasi tersebut dikonfimasikan kepada WR II, Sihabudin menyatakan bahwa data tersebut ada difakultas. “Data itu ada di setiap fakultas, dan tidak semua kondisi harus di publish,” ungkapnya.