Jakarta telah menjadi Ibu Kota Indonesia sepanjang tujuh puluh sembilan tahun Indonesia merdeka. Desas-desus perubahan IKN (Ibu Kota Negara) telah berulang kali mencuat dari zaman presiden pertama Indonesia, Ir.Soekarno. Hingga pada akhirnya masa kepemimpinan Jokowi perubahan IKN tersebut telah direalisasikan tepat pada 18 Januari 2022 dengan disahkannya RUU tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU oleh DPR RI dan Pemerintah.

Maka dari itu, 15 Februari 2024 lalu status Jakarta sebagai Ibu Kota resmi hilang sesuai dengan implementasi pembangunan IKN. Pemindahan Ibu Kota tersebut tentunya telah melewati beberapa perhitungan, hasil keputusan tersebut menghasilkan kebijakan untuk jangka panjang. Pemindahan IKN ke salah satu daerah di Pulau Kalimantan dianggap penting, karena merupakan sebuah langkah yang strategis dengan maksud untuk menyeimbangkan distribusi ekonomi dan juga populasi manusia yang sudah terlalu memenuhi di Pulau Jawa, hal ini disampaikan secara tidak langsung oleh Presiden Jokowi dalam pidatonya pada Peresmian Pembukaan Muktamar ke-XVIII Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah, yang digelar di Balikpapan Sport and Convention Center, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, pada Rabu, 22 Februari 2023.

Meskipun dengan tujuan yang telah disebutkan, pembangunan IKN tetap memiliki kejanggalan dalam rentang pelaksanaannya hingga hari ini. Berbagai pro dan kontra ramai diperbincangkan masyarakat di seluruh kalangan. Hal ini tentu sebagai dampak dari mega proyek yang sedang berjalan di Indonesia.

Untuk siapa sebenarnya pembangunan IKN ?

Hingga sekarang masih belum terdapat informasi mengenai siapa saja yang akan menempati IKN, kecuali 12 ribu ASN yang telah dipastikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Dilansir dari CNBC Indonesia para ASN itu akan bertahap pindah ke IKN pada Juli 2024 hingga Desember 2024. Bahkan hunian tanpa biaya sewa bagi mereka berupa apartemen atau rumah susun juga sudah dikoordinasikan.

Di sisi lain masyarakat adat setempat merasakan hal berbeda, mereka terancam kehilangan tempat tinggal mereka. Meskipun surat tertanggal 4 Maret yang dikeluarkan oleh Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN dengan nomor 179/DPP/OIKN/III/2024 perihal Undangan arahan atas Pelanggaran Pembangunan yang Tidak Berizin dan atau Tidak Sesuai dengan Tata Ruang IKN tersebut telah ditarik. Tetap saja menimbulkan keresahan bagi masyarakat adat setempat. Masyarakat Suku Balik contohnya, mereka merasakan keresahan akibat dapur mereka dirusak dengan dalih proyek bendungan intake. Mereka memang mendapatkan ganti rugi, tetapi rasa terpaksa pasti menyelimuti benak mereka.

Tidak hanya pembongkaran dapur warga, dikutip dari https://projectmultatuli.org/ bahwa pemboikotan Sungai Sepaku yang merupakan sumber kehidupan warga Kecamatan Sepaku juga turut mewarnai permasalahan yang timbul dari adanya pembangunan IKN ini. Entah apalagi yang akan mereka rasakan beberapa tahun kedepan apabila pembangunan ini terus berjalan tanpa memperdulikan masyarakat.

Mempertahankan lahan adalah satu satunya pilihan yang dapat masyarakat lakukan. Dengan janji pemerintah bahwa hak masyarakat akan dilindungi menjadi harapan yang dapat mereka pegang.

Berharap janji tersebut bukan hanya bualan semata. Berharap bahwa pembangunan ini memang benar adanya mampu memperbaiki kehidupan di Nusantara.

Hak atas tanah yang mereka miliki perlu untuk diperjelas guna kemudahan pembangunan kedepannya. Apabila kejelasan tidak mereka dapatkan maka masyarakat adat setempat tentu akan selalu mempertahankan apa yang mereka miliki selama ini, karena pembangunan IKN sejauh ini juga tidak memberikan dampak positif terhadap kehidupan mereka. Masyarakat adat dan pemerintah harus memiliki persetujuan yang disepakati oleh kedua belah pihak tanpa merugikan salah satunya.

Dengan melakukan langkah tersebut maka masyarakat adat akan merasa terlindungi haknya, dan ikut merasakan dampak positif dari pembangunan mega proyek yang diusulkan oleh Presiden Jokowi ini. Bukan hanya kehilangan yang akan mereka rasakan sementara oligarki menari riang di atas janji manis yang lebih terkoordinasi. Pembangunan IKN juga tidak akan menimbulkan pertanyaan besar lagi terkait untuk siapa sebenarnya pembangunan ini terjadi. Bagaimana kita tidak berpikir bahwa pembangunan ini hanya untuk keuntungan oligarki, jika masyarakat adat yang dekat saja tidak merasakan keuntungan. Lantas bagaimana dengan masyarakat yang jauh dari lahan pembangunan ?.

Penulis: Ocvita Rohmadhona

Editori: Adinda Salsabila