Reporter: Melinda Cucut W dan Hendra Kristopel

Malang, DIANNS – Koalisi Jurnalis dan Persma Malang Raya yang terdiri dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Malang Raya, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Malang, AJI Malang, dan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Malang melakukan aksi di depan Balai Kota Malang saat memperingati World Press Freedom Day (WPFD) atau Hari Kebebasan Pers Internasional pada Selasa, 3 Mei 2016. Mereka mengklaim bahwa aksi ini bukan hanya sekedar untuk memperingati WPFD, namun juga bertujuan untuk menuntut agar kebebasan pers tetap terjaga. “Kami disini bukan hanya sekedar aksi memperingati hari kebebasan pers tetapi ada beberapa hal yang harus disampaikan kepada Pemerintah Kota Malang,” ujar Yati Mulainun selaku kordinator aksi sekaligus salah satu perwakilan dari AJI.

Melalui aksi ini, Koalisi Jurnalis dan Persma Malang Raya menyampaikan teguran terhadap pemerintah kota Malang termasuk wakil walikota Malang, Setiaji yang hadir menemui massa aksi. Teguran yang disampaikan didasarkan pada beberapa peraturan perundang-undangan dan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Salah satunya adalah Undang-Undang (UU) Pers No 40 Tahun 1999 pasal 4 ayat 2 yang menyatakan bahwa penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran tidak berlaku untuk pers nasional. Pada ayat 3 menyatakan bahwa untuk menjamin kemerdekaan, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarkan gagasan serta menyampaikan informasi.

UU lain yang juga digunakan sebagai payung hukum atas tuntutan yang diajukan adalah UU pers Nomor 40 Tahun 1999. Dalam pasal 6 UU tersebut menyebutkan bahwa pers nasional melaksanakan tugasnya sebagai berikut: a) memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b) menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terbitnya supremasi hukum dan hak asasi manusia serta menghormati kebinekaan; c) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; d) melakukan pengawasan kritik, koreksi, saran dan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan e) memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Dasar hukum yang ketiga adalah UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 Tahun 2008. Dalam UU tersebut menyebutkan bahwa setiap warga negara termasuk jurnalis mendapatkan informasi publik dari pemerintah daerah maupun badan publik sesuai ketentuan. Dasar selanjutnya adalah fakta bahwa sepanjang tahun 2014-2016, masih banyak Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang yang tidak mampu menyajikan informasi publik sesuai pasal 9 UU KIP Nomor 14 Tahun 2008. Sejumlah SKPD cenderung menutup diri terhadadap jurnalis yang ingin mencari, memperoleh, dan menyebar luaskan informasi publik. Dengan alasan tersebut, massa aksi meminta Muhammad Anton selaku Wali Kota Malang untuk memberikan instruksi kepada semua pejabat SKPD di lingkungan Pemkot Malang agar terbuka kepada semua media dan tidak menutupi informasi yang berhak diketahui oleh publik.

Menanggapi teguran tersebut, Sutiaji memberikan pernyataan bahwa Pemkot Malang di tahun 2017 akan meminta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ke Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) menggunakan E-budgetting. Dengan demikian, segala dokumen yang berhak dikonsumsi oleh publik dapat diunduh oleh seluruh masyarakat. “Di tahun 2017 informasi publik akan mudah diakses oleh para jurnalis,” tuturnya. Selain itu, ia juga memberikan tanggapan terkait tuntutan mengenai tindak intimidasi maupun tindak kekerasan terhadap awak jurnalis.

Terakhir, Sutiaji mengimbau agar pihak aparat keamanan dan kepolisian bertanggung jawab dalam melindungi para awak jurnalis. “Apabila terjadi tindak kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis, silahkan laporkan kepada pihak aparat kemanan. Mereka akan bertanggungjawab dan memproses sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegasnya.