Penulis: Zendy Titis

Kawanku mati dibunuh
Setelah ia menulis tentang coreng moreng di muka negeri
Kawanku mati dibunuh
Karena berdoa dalam media massa tentang matinya keadilan di negeri ini
Kawanku mati dibunuh
Karena ia terlalu menjadi manusia!

Sudah kunasehati dia agar menjadi setengah binatang
Macam para mahkluk berseragam yang baik jalannya
Macam makhluk tak berwibawa yang hobi berburu manusia lemah nan tak beruang

Agaknya kawanku itu lupa kita di mana
Hoi! Kita di negeri yang tak punya hak atas mulut kita sendiri!
Kita di negeri yang rakyatnya tak punya hak atas kebebasan ekspresi!

Kebebasan hanya milik mereka yang punya peluru dan yang berdasi
Kebebasan hanya milik mereka yang bersepatu lars
Kebebasan membunuh, mengancam, menodong, memaki, memborgol, menghadang kebenaran!

Kebenaran yang ada di setiap titik dalam kalimat bernada kritis.
Ada di setiap koma yang ditorehkan untuk terus melanjutkan penguakan praktik binatang,
Ada di setiap tanda tanya yang tak habis pikir murahnya harga sebuah nyawa?
Kebenaran ada di setiap tanda seru yang ditandaskan untuk menyerukan bahwa kami tak takut ancaman!
Kau yang takut! Pada pena kami dan tulisan-tulisan bernyawa keadilan harga mati!

Kawanku itu Udin, Naimullah, Agus, Jamaluddin, Ersa, Alfred, Herliyanto, Adriansyah
Kawanku dibunuh
Tapi tidak pernah mati
Mereka hidup, di ujung pena kita yang terangkat abadi

 

Selamat Hari Pers Internasional!