Sebelum mendalami masalah pendidikan, terlebih dahulu kita harus mengetahui sedikit tentang bagaimana sejarah lahirnya pendidikan yang kemudian mengerti mengenai apa itu pendidikan, untuk siapa pendidikan, dan bagaimana sebaiknya pendidikan diijalankan.

Sekilas mengenai sejarah persamaan antara fungsi pendidikan zaman kolonialisme dan era globalisasi yang selama ini terus dipertahankan adalah pada zaman kolonialisme pendidikan hanya diperuntukan bagi kaum yang memiliki kekuasaan dan umumnya diperuntukkan bagi kaum adam saja. Kaum hawa tidak boleh mengenyam pendidikan lebih tinggi daripada kaum adam, pendidikan pada zaman itu juga sangat terbatas, bahkan pemerintah Hindia-Belanda melarang adanya pendidikan yang tinggi untuk kaum pribumi.

Pada zaman kolonialisme, pendidikan untuk kaum pribumi hanya sebatas pendidikan tingkat rendah yang dimungkinkan untuk dipekerjakan di kantor pemerintah Hindia-Belanda. Lembaga pendidikan untuk kaum pribumi ditutup, serta akses memperoleh pendidikan dihalangi dengan tujuan untuk membodohi rakyat Indonesia supaya pemerintahan Hindia-Belanda tetap bisa berjalan di Indonesia. Namun, pendidikan tetap diperjuangkan oleh tokoh-tokoh pendidikan seperti, Ki Hadjar Dewantara, R.A. Kartini, dll. Mereka mendirikan berbagai sekolah secara liar tanpa sepengetahuan pemerintah Belanda.

Pendidikan pada zaman kolonial diutamakan untuk merebut kembali kemerdekaan, sehingga pendidikan pada zaman itu hanya digunakan sebagai alat politik untuk merebut kembali kemerdekaan. Hampir sama dengan era globalisasi dimana setiap orang wajib mengenyam pendidikan untuk memajukan Indonesia dan menjadikan manusia yang mandiri. Pendidikan pada saat ini menuntut semua orang untuk bisa tampil baik didalam maupun luar negeri, dengan satu tujuan mengangkat harkat dan martabat Indonesia dimata dunia.

Kembali pada pengertian pendidikan dan hubungannya dengan kelangsungan sistem pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan suatu bimbingan yang diberikan kepada masyarakat, baik pendidikan secara formal dan non formal. Pendidikan berasal dari kata didik yang artinya membimbing, maka  pendidikan dapat juga diartikan sebagai pedoman yang diberikan oleh orang yang lebih dulu hidup dan berpengalaman kepada seorang manusia baru yang masih minim pengalaman. Kesimpulannya, pendidikan adalah mengajarkan apa yang baik dan buruk berdasarkan pengalaman seseorang agar menjadi manusia yang lebih baik.

Penikmat pendidikan bukan hanya untuk orang-orang beruang yang selama ini sering kita temui dalam banyak kasus, seperti anak berusia 10 tahun menjadi kuli angkut untuk membiayai sekolahnya atau orang yang memutuskan bekerja sambil kuliah. Mungkin untuk kasus yang kedua lebih sering kita temui dalam jenjang perkuliahan, seperti mahasiswa yang merangkap perannya sambil bekerja untuk meringankan beban orang tua. Lalu, benarkah pendidikan di negeri ini mahal, jika buktinya banyak beasiswa yang sudah mengalir kepada para pelajar. Ironisnya lagi beasiswa seringkali diberikan kepada orang yang sudah mampu, seperti peribahasa memberi garam pada lautan.

Berbagai pandangan dalam kasus beasiswa nyasar telah diungkapkan oleh banyak pihak, baik pemerhati pendidikan maupun pihak eksternal yang tidak berkaitan langsung dengan dunia pendidikan. Salah satu penyakit dalam dunia pendidikan adalah nepotisme, fakta bahwa praktek nepotisme dapat tumbuh subur bahkan dikalangan orang terdidik sekalipun memang tidak bisa dipungkiri lagi, seperti lebih mementingkan saudara daripada orang yang benar-benar berprestasi.

Sebenarnya apakah makna dari beasiswa itu sendiri? Beasiswa berasal dari kata Bea yang artinya biaya dan siswa atau orang yang sedang menempuh pendidikan, dengan penjabaran mengenai makna dari kata beasiswa, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa beasiswa adalah biaya untuk para pelajar atau siswa yang sedang menempuh pendidikan. Sekarang yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana seorang bisa pandai apabila untuk belajar saja masih dipusingkan dengan biaya? lalu dimanakah peran dari beasiswa bila beasiswa hanya diberikan kepada orang yang tidak mampu namun berprestasi. Sekarang mengenai beasiswa hanya untuk orang berprestasi, apabila hanya untuk orang berprestasi, lalu bagaimana bisa orang yang belum pernah mengenyam pendidikan dapat menikmati beasiswa yang hanya untuk orang berprestasi. Seharusnya penafsiran yang benar adalah beasiswa diberikan kepada mereka yang tidak mampu namun memiliki keinginan untuk bersekolah.

Pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak peningkatan, mulai dari sarana dan prasarana, sistem, sampai tenaga pendidik. Bahkan untuk mempelajari satu mata pelajaran, sampai harus mendatangkan tenaga yang benar-benar ahli dibidangnya. Mahalnya biaya dalam menikmati akses pendidikan sebenarnya bisa diatasi dengan banyaknya beasiswa yang ditawarkan oleh pihak pemerintah. Namun, lembaga-lembaga pendidikan formal milik pemerintah kurang memberikan info kepada khalayak umum tentang bagaimanakah cara mendapatkan beasiswa bagi calon pelajar tanpa harus melalui berbagai prosedur yang membingungkan.

Kurangnya informasi bisa juga dikarenakan pemerintah masih kurang memaksimalkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam menginformasikan dan mempromosikan lembaga pendidikan yang menawarkan beasiswa. Oleh karena itu, pemberdayaan teknologi informasi dan komunikasi sudah harus menghegemoni segala hal yang membantu keberlangsungan proses pendidikan. Pada intinya, pendidikan akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

Penulis : Mayang Hapsari