Pemilihan Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi (Pemilwa FIA) sedang berlangsung pada Senin, 21 November 2016. Pemilihan elite mahasiswa tahunan yang didanai oleh Dekanat ini selalu menimbulkan konflik horizontal antar mahasiswa. Alih-alih melahirkan pemimpin, Pemilwa justru memicu perpecahan dengan intrik-intrik politik.

Pada tahun ini, Pemilwa diikuti oleh dua pasang Calon Presiden dan Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (Capres Cawapres BEM) yang merebutkan satu posisi di lembaga elite tersebut. Sedangkan sembilan kursi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) direbutkan oleh sepuluh orang calon anggota DPM.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, intrik politik tidak pernah lepas dari agenda tahunan ini. Pada tahun ini, intrik dimulai saat panitia bersitegang perihal mekanisme pemilihan. Satu kubu dalam panitia menginginkan mekanisme pemungutan suara menggunakan e-vote, namun di lain kubu tetap menginginkan mekanisme secara konvensional. Pertentangan ini pun berakhir dengan keputusan pemungutan suara secara konvensional. Hal ini dikarenakan belum adanya dasar yang kuat untuk melaksanakan e-vote.

Menjelang penyelenggaraan Pemilwa, intrik antar kubu semakin terasa. Dari data yang dihimpun LPM DIANNS, pelbagai masalah terjadi mendekati hari-H. Mulai dari penyebaran video melalui akun anonim yang menuduh Koordinator Panitia Pengawas (Co Panwas) mengampanyekan salah satu capres cawapres. Kemudian terkuak, perekam video tersebut adalah anggota Panwas sendiri. Bahkan permasalahan ini berujung pada segerombolan mahasiswa dari satu golongan menyatroni sidang Panwas di FIA pada Rabu, 16 November 2016 malam lalu.

Aksi saling menjatuhkan antar kubu dalam Pemilwa dan kampanye gelap juga tak luput dari agenda tahun ini. Aksi saling menjatuhkan melalui media sosial semakin masif dilakukan. Tercatat, tidak hanya melalui akun tim sukses, melainkan juga akun-akun anonim dan kiriman ke grup kelas. Salah satu mahasiswa Administrasi Publik 2015 yang enggan disebutkan identitasnya mengeluhkan alih fungsi grup kelas menjadi ajang kampanye dan saling menjatuhkan masing-masing kubu. Bahkan pada saat hari tenang, 20 November 2016 kemarin, LPM DIANNS menerima laporan adanya kampanye gelap yang dilakukan oleh salah satu calon capres cawapres. Namun, dikarenakan pelapor tak memiliki banyak bukti, hal ini urung ditindaklanjuti.

Unik memang. Agenda tahunan yang digadang-gadang menjadi pesta demokrasi mahasiswa FIA justru melahirkan persaingan dan pertentangan antar mahasiswa. Satu pihak menunjukan keunggulan pada publik dan menjatuhkan pihak lain untuk meraih suara. Kemudian, akan dibalas oleh pihak lain. Nanti, apabila pemenang dan pihak yang kalah telah ditentukan, akankah mereka berdamai dan duduk bersama untuk memperjuangkan kepentingan rakyat atau justru menyimpan dendam untuk dibalaskan tahun depan?

Selamat menentukan nasib.