Ilustrator: Fadhila IsnianaSalam persma!

Selamat siang Kawan DIANNS, 28 April 2016 tepat diperingati sebagai Hari Puisi. Puisi merupakan salah satu bagian dari ragam sastra yang lebih menekankan pada amanat yang terkandung dalam tiap pilihan baitnya. Puisi sendiri dibagi menjadi puisi lama dan puisi baru.

Tak terpisah dari kumpulan puisi yang merupakan bagian dari sastra. Dalam perkembangannya, sastra tak bisa diterjemahkan dari kehidupan masyarakat, baik dalam aspek ekonomi, sosial, politik, budaya. Sastra digunanakan sebagai daya kritis oleh para sastrawan terhadap apa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Saat ini patut dipertanyakan tentang bagaimana tengkorak. Hal tersebut dimulai sejak terbelenggunya sastra oleh hegemoni Orde Baru dan adanya keterbatasan bersuara diruang – ruang publik. Pengaruh pasar bebas yang diturunkan oleh kapitalis ekonomi Orde Baru mencekoki masyarakat dengan sastra pop yang berisikan “cinta dan kedamaian”, yang secara tidak langsung menggeser bangunan sastra sebagai alat perlawanan.

Nurani Soyomukti dalam bukunya Sastra Perlawanan, bangunlah kisah “cinta dan kedamaian” yang disiarkan melalui media massa untuk menghibur para massa tertindas. Bertujuan untuk menutup penghisapan tenaga kerja dan kaum miskin yang telah dibuai dengan pemahaman dan nafsu dari parauangan Kapital untuk para pemilik modal.

Belum adanya kesadaran dari masyarakat mengenai ketertindasan yang mereka alami dan yang sedang mereka lakukan dengan alasan akan menggangu ketertiban nasional. Membuat jati diri sastra yang hakikatnya sebagai media perlawanan semakin tergerus dan terlupakan.