Reporter: Bimo Adi K
Malang, dianns.org – permainan anak tradisional seperti egrang, petak umpet, lompat tali, kelereng, congklak, dan sebagainya sekarang mulai hilang. Permainan anak sekarang tidak dalam kategori tradisional maupun modern. Salah satu penyebab yang memengaruhi perubahan jenis game adalah mainan yang diproduksi oleh pabrik. Seperti fitur mainan lego yang terbuat dari bahan plastik, cara memainkannya tidak menggunakan bantuan modern modern tergantung tergantung pada kreativitas anak. Memudarnya eksistensi permainan anak juga disinyalir karena takut tempat atau lahan yang tersedia.
Hal tersebut di atas oleh salah satu dosen program studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya, Edlin Dahniar Al-fath, saat diwawancarai DIANNS pada Kamis, 24 Maret 2016. Edlin menuturkan, maraknya permainan yang terbuat dari bahan plastik selain karena lebih bersih, harganya Juga relatif lebih murah dibandingkan dengan permainan tradisional yang terbuat dari bahan alam. Hal tersebut akibat semakin berkurangnya jumlah bahan baku yang tersedia di alam. Selain kedua faktor di atas, peran orang tua juga sangat memengaruhi usia bermain anak. Ia beranggapan, usia anak-anak dalam masa bermain biasanya disekolahkan ke Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Di sekolah PAUD ini, anak-anak dengan permainan yang sedang berfikir, atau tertarik ke permainan intelegensi.
Ditinjau dari segi pelestariannya, pemerintah selaku pengadaan kebijakan tidak banyak melakukan upaya pelestarian. Hal ini dengan tidak menyediakannya lahan bagi anak-anak untuk memainkan permainan tradisional. “Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang tidak bebas, tidak diperuntukkan untuk anak-anak bermain permainan tradisional, karena sudah di-sediakan permainan sendiri,” tutur Edlin. Sedangkan jika ditilik dari segi antropologi, salah satu upaya pelestarian permainan tradisional adalah dengan tulisan. Selain itu, permainan tradisional juga bisa dilestarikan dengan memaksimalkan peran museum. “Budaya yang sedang folklor, atau dari lisan ke lisan akan tetap lestari dengan tulisan dan dibuat buku. Banyak museum di Jawa Timur yang memiliki sejarah peninggalan sejarah. Selain media tulisan, seharusnya peran museum juga dioptimalkan,
Ia menilai di pulau Jawa sendiri, permainan tradisional sudah mulai hilang dan beberapa yang telah dimodifikasi. Misalnya, permainan yang sampai sekarang masih dimainkan di pedesaan seperti lompat tali dan gasing. Permainan gasing sekarang tidak hanya dari kayu, bisa dibuat dari barang bekas. Acara di pulau Jawa mulai hilang, permainan tradisional di Indonesia Timur masih relatif lestari. Dari hasil penelitian yang ia lakukan, Dosen Antropologi yang fokus Folklor ini menemukan kondisi sosial di Kabupaten Jailolo, Halmahera Barat, permainan tradisionalnya telah disediakan oleh alam.
Edlin menjelaskan, permainan tradisional dalam perkembangannya tidak bisa sama dengan budaya nusantara. Permainan tradisional merupakan bagian dari budaya itu sendiri. Menurutnya, hampir seluruh unsur budaya yang meliputi tujuh aspek kehidupan masuk ke dalam permainan tradisional. Unsur-unsur budaya ini meliputi sastra, religi, ideologi, seni, sistem sosial, ekonomi, dan teknologi. Dari ketujuh unsur budaya tersebut, hanya unsur ekonomi yang tidak terlalu menonjol. Hal ini tidak ada permainan tradisional yang dimainkan dengan tujuan ekonomi. Dalam permainan modern, menurut Edlin, tidak terkandung nilai kebersamaan kumpulan permainan tradisional. “Yang tidak ada dalam permainan modern adalah bentuk kerja sama,” ungkapnya. Bahkan, Demsi Danial sebagai salah satu pemerhati anak beranggapan, Permainan modern sekarang menawar gaya dan kebencian. Tidak dalam perkuliahan hal-hal tersebut.
Demsi yang juga merangkap sebagai guru PAUD ini menuturkan, tergerusnya eksistensi permainan tradisional tidak melulu karena teknologi modern. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelestarian permainan tradisional, seperti ruang atau ruang untuk bermain. Menurutnya, tempat bermain anak sekarang semakin sempit. Selain itu, pola asuh keluarga disini juga memiliki pengaruh yang besar. “Ayah bekerja, ibu di rumah merawat anak sekarang berubah, bahkan fungsi dari setiap anggota keluarga juga berubah dan ini terjadi secara masif,” imbuhnya.
Ia menilai permainan tradisional sangat penting untuk pembangunan karakter anak. Ada beberapa aspek pembelajaran seperti kognitif, psikomotorik, dan imajinatif yang terkandung dalam permaianan tradisional. “Dari segi aspek kognitif, contohnya permainan engklek mendukung untuk belajar berhitung dan meng-ukur,” jelasnya. Ia juga meyakini pada setiap permainan ada moral. Seperti dalam permainan gobak sodor, anak-anak mampu belajar lingkungan dan mengenal garis. Nilai-nilai dalam permainan tradisional sendiri adalah bentukan nilai-nilai ma-syarakat sekarang. Menurutnya upaya pelestarian tidak hanya dibentuk oleh sebuah acara dari pemerintah dan menjadi sebuah kebiasaan dan seni.
Dalam hal pendidikan formal, Demsi beranggapan sekolah ini masih kurang perhatian eksistensi permainan tradisional. Hal tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran anak-anak TK yang sudah diajarkan baca tulis. Menurutnya, salah satu so-lusi agar permainan anak tetap aktif anak-anak adalah peran peran se-kolah formal. “Sekolah PAUD dan TK menjadi agen yang baru kembali dan me-revitalisasi permainan tradisional,” pungkasnya saat ditemui DIANNS di Taman Merbabu, Minggu, 20 Maret 2016.