Penulis: Rifqah Dita Nabilah dan Nur Fatimah
Malang, dianns.org– Di bawah teriknya matahari siang itu kendaraan kami melaju menuju ke sebuah tempat yang kami temukan di situs internet. Museum Musik Indonesia namanya. Letaknya di Gedung Gajayana. Tergambar dalam bayangan kami sebuah gedung besar berisikan berbagai alat musik dan cerita historis dibaliknya. Kami pun berharap menemukan suatu kepuasan di sana. Setibanya kami di sana, perasaan kecewa sempat melanda tatkala melihat luas ruangan itu tidak seperti bayangan kami. Tidak cukup besar, kira-kira sebesar rumah minimalis, tepatnya 20 dikali 10 meter. Kami pun melangkahkan kaki memasuki ruangan itu. Tercengang dengan apa yang ada di dalam nya, tanpa sadar senyuman cerah tergambar di wajah kami. Dua puluh lima ribu kaset, cd, dan piringan hitam yang terpampang dengan rapi sesuai dengan daerah asal, menyapa kedatangan kami. Serta tumpukan majalah, buku, dan alat musik berbagai daerah yang terpampang di rak-rak kayu panjang menambah kecantikan ruangan kecil itu.
Nyaman dan hangat, dua kata itulah yang menggambarkan Museum Musik Indonesia. Ruangan itu seakan memberikan ketenangan tersendiri bagi para pengunjungnya, pun termasuk kami. Tidak seperti museum lain, di sini para pengunjung diperbolehkan memutar musik sesuai keinginan mereka. Mereka juga diperbolehkan memainkan alat musik yang tersedia di sana.Para penjaganya pun ramah. Museum ini sangat cocok bagi mereka yang menyukai musik dan ingin menambah wawasan mengenai musik atau sekedar ingin melepas penat dengan mendengar musik yang beragam dari masa ke masa.
Dibagian dalam museum minimalis itu terdapat berbagai alat musik modern dan tradisional yang bisa dimainkan. Termasuk diantaranya gramofon yang biasanya dipakai untuk memutar musik piringan hitam jaman dulu. Disediakan pula beberapa minuman yang bisa kita pesan sambil menikmati alunan musik yang menenangkan. Ada pula orang yang memandu untuk berkeliling di dalam Museum sembari menjelaskan mengenai musik-musik yang ada disana. Untuk tiket masuknya tak perlu mengocek kantong terlalu dalam. Kami hanya harus menyediakan lima ribu rupiah agar dapat masuk ke museum dan langsung bisa menikmati kenyamanan museum ini.
Mengenal dari sisi historisnya, Museum Musik Indonesia didirikan oleh sekumpulan pertemanan enam orang yang memiliki kesamaan dalam hobi bermusik. Dengan modal nekat, mereka memberanikan diri membangun museum yang awalnya bernama Galeri Malang Bernyanyi ini.Saat awal didirikan tahun 2009, galeri ini dibuka di sebuah garasi rumah milik orangtua salah satu pendirinya yaitu Hengky Herwanto. Pak Hengky –sapaan akrabnya saat ditemui beberapa waktu lalu bercerita bahwa minimnya biaya yang menjadi alasan Galeri tersebut terpaksa dibuka di garasi rumah milik orang tuanya pada hari Sabtu dan Minggu saja.
Semua koleksi yang ada di Galeri Malang Bernyayi awalnya hanya berasal dari sumbangan koleksi para pendiri. Seiring berjalannya waktu, sumbangan bertambah dari orang-orang luar melalui akun official facebook Galeri Malang Bernyanyi. Bahkan beberapa artis dan penulis lagu terkenal seperti Anang-Ashanty, Guruh Soekarno pun ikut menyumbangkan koleksi mereka ke Museum. Dan semakin lama koleksi semakin bertambah hingga garasi rumah tak muat lagi untuk menampung banyaknya koleksi. Mereka pun memutuskan untuk mengontrak rumah di Perumahan Griya Shanta.
Barulah di tahun 2015 para pendiri mendaftarkan Galeri Malang Beryanyi miliknya di kementrian agar terdaftar secara resmi. Setelah disetujui nama Galeri Malang Bernyanyi berganti menjadi Museum Musik Indonesia.Sementara itu Pemeritah Kota Malang pun turut memberi dukungan dengan mengizinkan untuk menggunakan ruang kecil di lantai dua Gedung Kesenian Gajayana dan Interior. Meski ruangan berukuran 20 x 10 meter itu belum mampu menampilkan seluruh koleksi museum dengan baik. Museum Musik Indonesia ini tetap menarik minat para pengunjung untuk datang.
Dikarenakan masih terbatas biaya dimana semua biaya pengelolaan museum yang bersumber dari uang pribadi para pendiri dan hasil keuntungan mengadakan event. Para pengelola museum kini sedang berusaha untuk mendapatkan bantuan dana dari pemerintah dalam mengelola museum menjadi lebih baik. Pengelola kini sedang melakukan negosiasi kerja sama dengan Universitas Brawijaya Malang. Mereka meminta bantuan agar mendapat ruangan yang lebih besar dan dana operasional untuk museum. Dan nantinya Museum Musik Indonesia akan menjadi salah satu laboratorium bagi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya.Bapak Hengky juga mengatakan bahwa mereka berharap agar bisa memperluas dan memperindah Museum Musik Indonesia secepatnya sehingga dapat lebih menarik minat para pengunjung.