Eksekutif Mahasiswa (EM) Universitas Brawijaya mengadakan konferensi pers dalam rangka diskusi publik Aliansi Mahasiswa Resah (AMARAH) Brawijaya dengan mengusung topik “Kebijakan Wakil Rektor (WR) III Ancaman bagi Demokrasi Mahasiswa di Kampus Biru Brawijaya” (21/06). Konferensi pers ini dilaksanakan pukul 16.00 WIB di lapangan rektorat Universitas Brawijaya. Acara dimulai dengan penyampaian materi oleh Ketua Umum Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan Presiden EM Universitas Brawijaya lalu dilanjutkan dengan sesi diskusi.

Ketua Umum DPM Universitas Brawijaya, Rifco Foseptin, dalam penyampaian materinya, menyebutkan bahwa WR III Bidang Kemahasiswaan telah mengancam kebebasan akademik. Hal ini didasarkan pada upaya WR III membungkam EM pada saat mengkritisi kebijakan. WR III menganggap bahwa EM berbahaya dan mengancam stabilitas. WR III melakukan upaya memberangus fasilitas dan sarana EM, baik administratif dan ekonomi.

Rafly Rayhan Al Khajri, selaku Presiden EM mengatakan hal selaras dengan Rifco. Rafly menyatakan bahwa WR III sudah menawarkan damai dengan pihak EM. “Dua hari yang lalu, WR III mengiming-imingi akan menandatangani 16 proposal yang telah diajukan EM dengan catatan mereka harus diam,” ujar Rafly. Ia menegaskan bahwa ini bukan hanya permasalahan EM saja.

“Jika hari ini,. barangkali EM sukses dengan program-programnya, bisa kami pastikan kedepan suara kita, suara kami (EM), suara kawan-kawan mahasiswa, suara kawan-kawan pergerakan di seluruh fakultas Universitas Brawijaya akan dibungkam selama-lamanya,” Ucap Rafly.

Upaya pembungkaman ini bermula dari aksi tanggal 3 Maret tahun 2023 tentang penolakan mahasiswa Universitas Brawijaya terhadap pemberian Honoris Causa (HC) kepada Erick Thohir selaku menteri BUMN. Pada tanggal 5 Juni, WR III melakukan forum pemanggilan kepada Presiden EM. Pasca forum tersebut, EM dipersulit untuk menggunakan fasilitas yang ada di kampus oleh pihak WR III. Nanti puncaknya ialah aksi yang akan diadakan EM untuk melahirkan piagam kedaulatan mahasiswa pada tanggal 22 Juni. “WR III wajib menandatangani piagam itu sebagai bentuk bahwa WR III kita itu bersolidaritas dan keberpihakannya berada di tengah tengah mahasiswa,” ucap Rafly.

Rafly menyatakan perihal pembekuan yang dilakukan oleh WR III terhadap program EM memang tidak pernah dinyatakan secara gamblang olehnya melainkan hanya tafsiran belaka. Namun dengan tegas Ia juga menyatakan siap untuk membuktikan bahwa tafsiran tersebut telah sesuai dengan fakta dan data, bukan semata-mata hanya opini belaka. “Soal anggaran dan administratif kami yang dibekukan saya sudah sampaikan kepadanya media memang tidak pernah ada dokumen resmi yang menyatakan itu. Tapi kami bisa memberikan data bahwa ada sekian proposal yang sudah masuk sejak awal periode tapi sampai hari ini itu tidak ditindaklanjuti, ” ujarnya.

Namun, Rafly menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada UKM yang mengalami pembekuan baik anggaran maupun administratif selain EM. Menjelang berakhirnya sesi diskusi, salah satu penggerak Aliansi Mahasiswa Resah (Amarah) Brawijaya mengusulkan perihal pencabutan peraturan rektor Ormawa yang dianggap sebagai awal mula hilangnya kedaulatan mahasiswa. Ia menuntut dikembalikannya AD/ART LKM UB seperti sedia kala. Terakhir, ia menambahkan umpan baliknya dengan menggaungkan Mosi Tidak Percaya kepada WR III serta menamai gerakan ini dengan “Reformasi Pendidikan.”

Mengakhiri sesi diskusi salah satu Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yakni Bu Diah menyatakan dukungannya kepada seluruh kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa demi memperjuangkan kedaulatannya. “Saya menyatakan dengan tegas bahwa itu adalah bagian dari pembelajaran, bagian dari mata kuliah dan itu adalah kebebasan akademik dari mahasiswa,” ujarnya.

 

Penulis: Annas Tasya dan Fitri Sabtika

Editor: Nasywadhiya Zahrani