Reporter: Dinda Indah dan Bimo Adi

Glintung Go Green (3G), merupakan sebutan kampung yang bernuansa hijau asri, berada di Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Belimbing, Kota Malang, tepatnya RW 23. Nuansa ini didukung oleh tanaman hidroponik yang menghiasi sepanjang jalan perkampungan. Selain itu, kebersihan pemandangan perkampungan dan jalan yang terjaga, buat kesan lingkungan hidup yang sehat. Gerakan tersebut digagas oleh ketua RW, Bambang Irianto. Ia menuturkan pertama kali mengusung gerakan ramah lingkungan, karena kampung yang sekarang asri, dahulu kerap dilanda banjir dan kesehatan warga yang rentan akan penyakit degeneratif hingga menimbulkan angka kematian warga.

Pertama kali gerakan ini disosialisasikan tidak banyak warga yang mendukung. Untuk membangun kesadaran warga dalam mendukung gerakan ini tidak mudah, banyak kendala yang ditemui. Misalnya, dana untuk menanam yang dipermasalahkan warga. Namun, Ketua RW kampung ini memiliki cara yang jitu untuk mengajak warganya menghijaukan lingkungan, yaitu dengan tidak memberikan layanan administrasi kepada warga yang tidak mau menanam tanaman di rumahnya. Contoh, setiap warga yang meminta surat untuk perkawinan, diberikan syarat wajib menanam satu tanaman di lingkungan rumahnya. Selain itu membawa dua buah botol bekas yang menjadi syarat warga dalam pengambilan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Ada banyak langkah yang diambil untuk menghijaukan kampung ini, seperti mengoptimalkan fungsi decomposer untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk, memperbanyak lubang biopori agar air terserap maksimal, dan mengurangi penggunaan listrik. Selain itu, di kampung ini juga ada bank sampah. Sehingga sampah-sampah non–organik sisa kegiatan rumah tangga bisa ditabungkan dan hasilnya bisa diambil setiap tahun. Menurut Suhartono, atau yang biasa disapa dengan Mbah Broto, hasil yang diperoleh warga dari bank sampah ini cukup banyak sehingga bisa menambah pendapatan. Selain pengoptimalan sumber daya, untuk mengurangi masalah sampah warga Kampung Glintung juga berinisiatif membuat peraturan, yaitu peraturan kampung (Perkam). Peraturan ini terdiri dari dua pasal dan mengatur mengenai pembuangan puntung rokok. Puntung rokok menjadi perhatian khusus karena mampu menjadi salah satu penghambat aliran air yang menyebabkan banjir. Hingga dibuatnya tempat pembuangan sampah berupa bambu kecil yang digantungkan di tembok. Tetapi jika salah seorang tidak mengindahkannya, maka mendapatkan denda sebesar Rp. 10.000 atau diganti dengan sanksi menyapu jalan selama satu jam.

Yang menarik dari kampung ini adalah adanya manajemen untuk menjaga lingkungan. Manajemen ini disebut manajemen 3G. Terdiri dari general manager, wakil general manager, manager area, supervisor, dan kapten. General manager adalah jabatan tertinggi yang disandang oleh Ketua RW, dalam melaksanakan tugasnya ia dibantu oleh wakil general manager atau wakil ketua RW dan manager area. Manager area adalah posisi yang diduduki oleh para Ketua RT, di kampung ini sendiri terdapat empat Ketua RT. Di bawah posisi manger area, adalah supervisor. Supervisor hanya ada satu dalam kampung, tugasnya sesuai dengan bidangnya, misalnya supervisor decomposer bertanggung jawab atas masalah pengolahan sampah organik. Berikutnya adalah Kapten. Pengawasan Kapten hanya terbatas pada beberapa area, seperti lorong, yang selanjutnya disebut dengan Kapten Lorong. Dengan pembagian posisi seperti ini, menurut Bambang akan ada otonomi kampung, dan pengontrolan juga akan lebih mudah untuk dilakukan.

Tiga tahun berjalan, banyak perubahan yang terjadi di kampung ini. Banjir sudah tidak menggenangi kampung lagi karena optimalnya penyerapan air ke dalam tanah. Selain itu, jalanan kampung yang dulu berupa aspal rusak, kini sudah diperbaiki oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Malang. Kualitas kesehatan warga juga membaik karena lingkungan yang bersih dan makanan sehat dari sayur-mayur yang ditanam di sepanjang lorong-lorong Glintung.

Glintung kini banyak dilirik kalangan profesional dan akademisi untuk keperluan kajian dan kerjasama. Bambang pun tidakmenyia-nyiakan hal ini karena bisa digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kampung ini. Selain menjadi sarana pengembangan kampung, Glintung menjadi sebuah kampung.

Kini kampung ini juga telah bertransformasi menjadi sebuah kampung wisata dan edukasi gerakan penghijauan. Seiring kampung wisata, tentunya ada tarif yang harus diadakan untuk masuk kampung ini, yaitu Rp 500.000,00 setiap bus. Dengan tarif itu, pengunjung akan diajak berkeliling kampung dan mendapatkan pengetahuan tentang menjaga lingkungan. Begitu, bisa saja menularkan semangat menjaga lingkungan, kampung ini juga.